
Pada zaman sekarang ini, hampir setiap orang yang melek teknologi pasti mempunyai akun-entah di suatu tempat dimanapun-di internet. Oke. Kalaupun, tidak bermain internet, hampir setiap orang pernah berkomunikasi melalui handphone. Entah itu via telepon ataupun sms. Mulai sekarang, sebaiknya kita selalu waspada terhadap segala macam kecanggihan teknologi, apapun bentuknya.Ingat, teknologi itu ibarat dua mata pisau: di satu sisi biisa memberikan manfaat, di sisi lain bisa juga berbuah petaka. So, be carefull ^^
artikel dibawah ini diambil dari:
http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/26/1257/sms_dan_suicide_machine*****
Gincu di kerah baju atau rekening kartu kredit di tempat kencan. Dulu, dua barang bukti tersebut bisa jadi pemicu perseteruan pasangan suami istri. Sekarang, SMS sudah cukup membuat rumah tangga berantakan. Orang belum lupa wanita selingkuh Tiger Woods yang membeberkan SMS intim mereka di media atau politisi yang teledor membuka aib partai mereka melalui SMS.
Banyak yang menganggap SMS tidak cukup kuat untuk menyeret seseorang ke meja hijau. Namun, kini SMS justru menjadi barang bukti akurat untuk menjatuhkan seseorang. Belakangan, SMS malah membongkar sepak terjang pasangan tak setia. Bahkan, tim reserse polisi aktif mengadakan lokakarya seputar SMS sebagai barang bukti.
“Terdakwa tak mungkin mungkir bila ada bukti hitam di atas putih,” ujar Mitchell Karpf, pengacara di Miami. “Begitu ada setumpuk bukti SMS, kartu mati sudah dipegang tertuduh,” lanjut Karpf. Seperti surat elektronik email, SMS pun disimpan oleh provider dalam jangka waktu tertentu. Orang kerap lupa menghapus pesan singkat ini. Apalagi, SMS kadang diketik sekejap tanpa berpikir panjang akibatnya.
Pengacara di Amerika melihat celah baru fenomena ini. Dilihat melalui statistik biro Nielsen, perbandingan SMS dan percakapan telepon adalah 3 dibanding 1. Tiap orang per bulan mengirim 584 SMS atau kenaikan 60% selama 2009 terakhir. Sebetulnya, kita makin kehilangan privasi. SMS dianggap komunikasi private, namun tak jarang seorang istri mengintip ponsel suaminya atau sebaliknya.
“Sebaiknya jangan gunakan ponsel apabila Anda ingin menyampaikan pesan intim atau pribadi,” terang Marc Rotenberg, direktur Electronic Privacy Information Center di Washington. Pada kasus hole in one Tiger Woods, pramusaji Jaimee Grubbs ‘menjual’ SMS intim Woods ke pers. Deretan wanita lain yang pernah menjalin hubungan gelap dengan Woods serentak mengikuti langkah yang sama.
Woods cuma bisa ‘mengaku dosa’ dan berharap, keluarganya tidak dijadikan bulan-bulanan pers. “Media tidak perlu membesar-besarkan konflik pribadi atau masalah keluarga dan memaksa seseorang minta maaf di hadapan publik,” tegas pemain golf itu. Kasus lainnya menimpa mantan gubernur Detroit, Kwame Kilpatrick. Di bawah sumpah, ia berbohong tidak memiliki hubungan ‘khusus’ dengan asistennya, namun SMS Kilpatrick membongkar semuanya.
Jajak pendapat seputar jejaring sosial baru-baru ini menyebut, 12% dari 2300 responden menyesal mengirim pesan terburu-buru dan tidak memikirkan efek negatifnya. Lee Rainie, direktur Pew Internet and American Life Project, menjabarkan, “Kita makin ceroboh dengan data-data pribadi. Kisah percintaan kita bisa saja disebarluaskan tidak sengaja melalui daftar teman di Facebook atau instant messenger.”
Sherry Turkle, guru besar dan peneliti di Massachusetts Institute of Technology, 20 tahun terakhir melakukan riset mengenai tingkah laku manusia terkait perkembangan teknologi modern. Menurut Turkle, manusia mempunyai hubungan istimewa dengan ponselnya. “Berbeda dengan komputer atau laptop, telepon genggam disimpan di saku celana atau baju. Nyaris melekat dengan kulit,” terang Turkle.
“Kolega perempuan saya bahkan panik luar biasa ketika ponselnya raib. Seakan ada anggota keluarga yang meninggal. Banyak orang menganggap HP sebagai extension jiwa dan raganya. Kita dibius kemudahan dan mengagungkan fungsi ponsel. Begitu ia memojokkan kita, barulah orang sadar bahwa HP punya sisi gelap pula,” tambahnya.
Robert Stephen Cohen, pengacara pendamping perceraian eks supermodel Christie Brinkley dengan mantan suaminya, arsitek Peter Cook, memperkirakan, ruang pengadilan bakal kisruh jika SMS makin sering digunakan sebagai barang bukti sah. “Membaca SMS selingkuh beda dengan mendengar gosip. Jauh lebih menyakitkan dan serasa ditusuk dari belakang,” pungkasnya.
*) Sumber: Harian de Volkskrant “Oude sms’jes behouden hun schaduw” (17-12-2009)
*****
Privasi rentan, manipulasi data dan selektif berteman di dunia maya.
Lebih dari 70% pengguna internet di Belanda memiliki profil di Hyves, Facebook atau Twitter. Mereka antusias berbagi kehidupan dengan teman maya, baik melalui foto, film maupun pesan singkat. Hanya dengan menjawab sejumlah pertanyaan sederhana, setiap orang bisa membuat profil dan berbagi dengan kawan maya di seluruh dunia. Tak mengenal waktu dan tanpa batas! Namun, bagaimana bila tiba-tiba bosan?
“Email ini mungkin bukan ditujukan buat Anda…,” demikian balasan Hyves sewaktu seorang pengakses ingin menutup profilnya di situs jejaring sosial itu, sedangkan Facebook memperlihatkan foto-foto teman maya Anda dengan teks ‘Mereka bakal merindukanmu’. Masih belum cukup dikelabui secara emosional, data-data kita pun disimpan. Foto-foto, pesan dan info pribadi – sekalipun telah dinonaktifkan – tetap bisa diakses melalui mesin pencari Google.
Belakangan, jika ingin definitif menghapus profil di internet sudah ada aplikasi yang menawarkan kemudahan, di antaranya Suicide Machine. Hanya dengan satu klik mouse kita bisa melakukan ‘bunuh diri’ virtual. Aplikasi ini dikembangkan oleh WORM, kumpulan seniman media di Rotterdam. Sejak Desember 2009, Suicide Machine berhasil menghapus 1750 profil, 100 ribu teman maya dan 250 ribu pesan Twitter. Masih ada ribuan orang antri dan ingin memakai Suicide Machine.
“Ide kami muncul sewaktu pergantian tahun kemarin,” terang Walter Langelaar, pemimpin proyek WORM dan salah satu perancang ‘mesin’ ini. “Kami mengorganisasi acara web 2.0 suicide night. Semua daftar kawan maya kami undang dan bertemu live di bar. Setelah bertemu muka, kami berjanji menghapus profil masing-masing di internet,” tambahnya. Selanjutnya, Langelaar dan rekan-rekannya terinspirasi untuk membuat situs Suicide Machine.
Kini, aksi iseng tersebut malah menggemparkan dunia nyata. Suicidemachine.org diblokir Facebook, MySpace dan LinkedIn. CNN, BBC, koran USA Today dan majalah Time membuat laporan tentang Suicide Machine. Tiap hari, sekitar 25.000 pengunjung mengakses aplikasi ini. “Situs kami mengangkat sekaligus mengobrak-abrik tema privasi. Untung mudah mengakali pemblokiran itu. Situs-situs raksasa tersebut meraup keuntungan dari pengumpulan data. Makin banyak info yang didapat, makin menggiurkan pula pemasukan iklan dan pemasaran,” tutur Langelaar.
Langelaar: “Banyak yang tak sadar. Begitu kita membuat profil di internet, sebetulnya kita bekerja tanpa digaji untuk situs tersebut. Setiap bit yang hilang sewaktu kita menonaktifkan profil berarti membuang uang mereka. Facebook pun dalam disclaimer-nya menyebut, berhak menggunakan data anggota untuk keperluan pemasaran. Consumer targeting dalam bahasa mereka. Kita dibodohi dan ditelan bulat-bulat.”
Setelah memasukkan kode login, Suicide Machine akan menghapus seluruh daftar teman maya secara bertahap. Menurut Langelaar, prosesnya makan waktu dan intensif. Mematikan sebuah profil Facebook dengan 1200 teman membebani server sekitar setengah hari. Begitu proses selesai, profil tersebut hanya dapat diakses melalui situs Suicide Machine.
“Mimpi buruk bagi situs-situs seperti Facebook dan LinkedIn,” timpal Joran Polak, redaktur security.nl. Menurut Polak, aplikasi serupa akan makin banyak muncul dalam waktu singkat. “Orang mulai sadar berapa harga privasi mereka. Bukan cuma pemasok iklan bisa melihat data kita. Stalkers, asuransi, kolega, atasan dan bahkan kriminal pun ikut melongok. Ironisnya, justru kita sendiri yang memamerkan data-data tersebut. Inisiatif untuk menghentikan ekses negatif situs pertemanan pun bakal muncul dari pengguna internet sendiri,” lanjut Polak.
Masalah privasi bukan satu-satunya alasan untuk menghapus profil di internet. Langelaar memaparkan, “Terutama menghabiskan waktu sering disebut ganjalan utama internet. Saya bukan anti Facebook atau Twitter. Bentuk komunikasi ini sangat praktis, namun kita sering dijejali program atau permainan. Mereka ingin, pengakses membuka situs mereka berjam-jam atau kontinu mencek status kawan-kawan lainnya. Memutuskan pertemanan maya berarti mengembalikan waktu luang kita.”
Suicide Machine dianggap berjalan berdampingan dengan tren. Tom Palmert, jubir lembaga riset Trend Wolves di Belgia menuturkan, “Generasi muda cepat bosan. Cool kids tak sembarang memilih teman dan kadang sengaja liburan atau cuti secara virtual. Situs jejaring sosial pun makin dewasa. Pengguna internet ingin, kontrol ada di tangan mereka sendiri. ‘Bunuh diri’ masal tidak akan terjadi. Boleh dibilang, ini hanya semacam statement. Lagipula, bisa dihitung orang yang betul-betul menelanjangi diri sendiri di internet.”
“Situs kami mungkin hanya setetes air di gurun pasir. WORM pun bukan gerakan aktivis melainkan grup seniman. Aksi kami tidak ada artinya dibanding jutaan profil di internet. Kenyataannya, situs-situs raksasa itu memberikan reaksi dan memblokir kami. Mereka sebetulnya khawatir dengan ide di balik Suicide Machine,” tandas Walter Langelaar.
*) Sumber: Harian Trouw “Jezelf virtueel opheffen” (29-01-2010)