Selasa, 30 Maret 2010

(Repost) Cinta Istri T_T...


Cinta itu butuh kesabaran…

Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita???

Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita..
Aku menjadi perempuan yg paling bahagia…..
Pernikahan kami sederhana namun meriah…..
Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu.
Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula.
dia --suamiku itu--- sudah sukses sebelum kami menikah..

Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami hendak menikah dulu..
Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci….
Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku… sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.

Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.


***


Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi -Red) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.

Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.
Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku…
Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.

Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku…

Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh mereka…

Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suamiku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu.

Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.

Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.
 
Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.

Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, “Assalammu’alaikum” dan mereka menjawab salamku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup.

Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata “Assalammu’alaikum”, ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.

Lalu.. Ibu nya berbicara denganku …
“Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.

Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.

Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.

Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, ”lebih baik kau pulang saja, ada kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. ”

Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya Salah ataupun Tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.

Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.

Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.



***

Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggil ku ke taman belakang, ia baru saja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.

Aku bertanya, ”Ada apa kamu memanggilku?”

Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang”

Aku menjawab, ”Iya sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memegang tiket bukan?”

“Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mamaku”, jawabnya tegas.

“Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?“, tanyaku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulangannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.

”Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas.

”Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?”, lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.

Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.

Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama Suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena Suamiku sangat sayang padaku.

Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.

Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan ditinggal pergi olehnya.

Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi.

Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.

Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.

Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.

***

Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.



Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti dililit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.

Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi..

Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku...

Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, “kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu..

Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..

Lebih baik aku tutupi dulu tentang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.

Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung…

Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.

Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.

Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi”.

Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah.

***

Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini.

Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami.

Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya..

Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..

Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaan nya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.

Biasa nya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.

***

Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.

Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?

Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, “Loe pikir aja sendiri!!!”. Telpon pun langsung terputus.

Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.

 
Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah..

Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang.

Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar akan perilakunya.

***

Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan.

Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan. Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.

Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.

Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku.

“Ya, ada apa Yah!” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya “Ayah”.

“Lusa kita siap-siap ke Sabang ya.” Jawabnya tegas.

“Ada apa? Mengapa?”, sahutku penuh dengan keheranan.

Astaghfirullah.. suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.

Dia mengatakan ”Kau ikut saja jangan banyak tanya!!”

Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.

Lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.

Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku..




***

Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini..

Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.

Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahir, tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.

Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya.

Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya, membuka pembicaraan.

“Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha”. Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.

”Ada apa ya Nek?” sahutku dengan penuh tanya..

Nenek pun menjawab, “Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!!“.

Aku menangis.. untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku?

“Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur,dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.” Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.

Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.

“Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.

Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.

Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, “kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?“

MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku..

Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau kayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.

“Fish, jawab!.” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab.

Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas.

Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah.

‘’Untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami..”

Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka.

Aku lalu bertanya kepada suamiku, “Ayah… siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti ?”

Suamiku menjawab, ”Dia Desi!”

Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, ”Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?.”

Ayah mertuaku menjawab, “Pernikahannya 2 minggu lagi.”

”Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok”, setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar.

Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku..

Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini?

Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, “sudah tidak cantikkah aku ini?“

Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.

Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu.

Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, “terima kasih ayah, kamu memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti! Iya kan?.”

Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo.

Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia sangat cuek?” dan ia sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata, “sudah malam, kita istirahat yuk!“

“Aku sholat isya dulu baru aku tidur”, jawabku tenang.

Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.

Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya itu..



***

Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku.

Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku

save di mydocument yang bertitle “Aku Mencintaimu Suamiku.”

Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.

“Apakah kamu sudah siap?”

Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :

“Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..”, perkataanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.

Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa Bunda?”

Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar…

“Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?”, pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.

Dia mengangguk dan berkata, ”Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?”, sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.

Dia tersenyum sambil berkata, ”Kita lihat saja nanti ya!”. Dia memelukku dan berkata, “bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama”..

Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, “Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzinah! Dulu.. waktu awal kita kenalan, aku memang belum bisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina Ayah.” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata, ”Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah”.

Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.

Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, ”bunda baik-baik saja kan?” tanyanya dengan penuh khawatir.

Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah membuatku baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang“. Karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.

***

Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku.

Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, “Ayah jangan!!”, tapi aku ingat akan kondisiku.

Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu, memelukku.. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya… aku kuat.

Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. hatiku menangis.

Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini?

Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti aku dahulu, yang di musuhi.

Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan didalam sana.

 
Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekati lalu kulihat. Masya Allah.. suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.

“Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, “maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku”

Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi.. masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini..

Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus?”

Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan.

Aku pun berkata, “Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?”

”Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois.” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.

Lalu suamiku berkata, ”Bun, Ayah minta maaf telah menelantarkan bunda.. Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan satu lagi.. ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat “seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip (“seperti itu”). Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda..”

Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.

Aku hanya menjawab, “Aku sudah ceritakan itu kan Yah.. Aku tidak pernah berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah.. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu..“

Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga.

Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.





















Keesokan harinya…

Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali.. aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku.

Aku pun dilarikan ke rumah sakit..

Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku..

Aku merasakan tanganku basah..

Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.

Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, ”Bunda, Ayah minta maaf…”

Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku?

Aku berkata dengan suara yang lirih, ”Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah..”

“Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang banget sama Ayah.”

Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.

Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.

Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku..

Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka..

Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah.

Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.

Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu. Ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami.

Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma?

Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma?

Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku.. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya..”

***

Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku.

Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku?

Aku dihina oleh mereka ayah..

Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu?

Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..

Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah ?

Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah..

Aku diusir dari rumah sakit.

Aku tak boleh merawat suamiku.

Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku.

Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku.

Aku sangat marah..

Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi dan ibunya..

Aku tak mau sakit hati lagi..

Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..

Engkau Maha Adil..

Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..

Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku..

Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja lagi padamu..

Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..

Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku..

Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah..

Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu. Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui, tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku. Aku harus sadar diri.

Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu..

Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku?

Ayah.. aku masih tak rela..

Tapi aku harus ikhlas menerimanya.

Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya. Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku. Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir. Sebelum ajal ini menjemputku.

”Ayah.. aku kangen Ayah..”


’’Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu, Bunda..

Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini.

Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.’’

Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur..

Bunda akan selalu hidup dihati ayah..

Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah..

Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.

Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu..

Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin Ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus..

Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda..

Bunda.. kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui..

Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku..

Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang panjang..

’’Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu meng-iyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka.

Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja..

Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana?

Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana?

Tunggulah Ayah disana Bunda..

Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini.. Aku mohon..

’’Ayah Sayang Bunda….’’


-Risa R F-


copy dari sini
yang katanya Repost dari catatan ustadz Fathur Rahman di forum.


*image from Google

Kamis, 25 Maret 2010

Duo Lajang, Kisah Suami Cakep dan Istri Cantik

Pada suatu siang yang cerah (sebenarnya mah, entah cerah entah tidak, soalnya di antara mereka yang tersebut di bawah ini tidak ada yang sedang berada di luar ruangan)...
tersebutlah dua orang sahabat, yang karena terpisahkan oleh ruang dan waktu, mereka tidak dapat ngobrol secara langsung dan harus puas berkomunikasi dengan fasilitas yang tersedia: chatting!


Mereka berbincang dengan hangat, layaknya sahabat lama yang tidak pernah bertemu. Pembicaraan tak menentu, kadang ke kanan kadang ke kiri, kadang lurus kadang berbelok, kadang naik kadang turun..(ini ngobrol atau jalan-jalan di gunung si??) hingga akhirnya, sampailah mereka ke pembicaraan yang dikata orang "sensitif", apalagi kalau bukan mengenai perihal jodoh


X: cantik mbaknya
manis

Y : iya
aku inget

X: suaminya juga cakep (kayaknya)
kemaren liat
heheheh

Y: hayyah...
dasur

X: cuma mengeluarkan statement aja
:P

Y: jd itu yg kamu blg rumput tetangga?
astaghfirullah, X....

X: bukaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnn
bukaaaaannnn ituuuuuuuu

Y: :D

X: kalo itu ya Y, menurutku
wanita nggak butuh suami/cowok yang cakep
*jyaaaaahhhh
aku pikir, cewek itu nggak mandang fisik
kalo udah suka ya suka aja
nggak peduli ada yang lebih cakep

Y: ehem

X: *preeeeettt

Y: uhuk
yg suka ngomenin mas2 cakep jg sapa ya

X: *sapa ya? emang ada?

Y: auk dah...
:P
klo aku c emang g plu cakep, X...
orang aku udah cantik kok
udah bisa memperbaiki keturunan lah

X: hueeeeekkkkkks

Y: g plu cakep... yg penting...
ganteng
hehe

X: im serious
coba deh liat
banyak cewek cantik punya suami biasa aja
tapi kalo cowoknya yang cakep, biasanya ceweknya cantik
:D :D :D

Y: :)
ya ya ya
jd enakan mana?
jd suaminya cewek cantik, ato jd istrinya cowok cakep?

X: jadi istri cantiknya suami yang cakep
hahahahahahaha

Y: setuju!!!!
:P

X: tapi ada nggak enaknya juga kalo punya suami cakep
jadi yang biasa2 aja lah
*plin plan

Y: iya nih
doanya mesti spesifik, X...
dan istiqomah

X: ?

Y: jangan plin plan
hehe
udah ah
kerja kerja

X: padahal aku mau tanya:

Y: apa?

X: kalo calonnya udah ada, gimana dong? ga bisa minta dalam doa secara spesifik lagi?
:P

Y: mmm
mmm
mmm
::D

X: yooooo
udah ah

Y: hehe


Dan akhirnya, berakhirlah pembicaraan dua orang lajang di siang yang entah cerah entah tidak itu. Mereka pun lantas tenggelam kembali ke aktivitas masing-masing. Sambil mungkin, masih memikirkan sisa-sisa pembicaraan yang mereka lakukan tadi................



Jumat, 19 Maret 2010

Andai Ia Bisa Bicara......



Waktu engkau masih kanak-kanak, kau laksana kawan sejatiku
Dengan wudu' aku kau sentuh dalam keadaan suci
Aku kau pegang, kau junjung dan kau pelajari
Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hari
Setelah usai engkaupun selalu menciumku mesra


Sekarang engkau telah dewasa...
Nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku...
Apakah aku bacaan usang yang tinggal sejarah...
Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak menambah pengetahuanmu
Atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil yang belajar mengaji saja?


Sekarang aku engkau simpan rapi sekali hingga kadang engkau lupa dimana menyimpannya
Aku sudah engkau anggap hanya sebagai perhiasan rumahmu
Kadangkala aku dijadikan mas kawin agar engkau dianggap bertaqwa
Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan syetan
Kini aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dalam kesepian
Di atas lemari, di dalam laci, aku engkau pendamkan.


Dulu...pagi-pagi...surah-surah yang ada padaku engkau baca beberapa halaman
Sore harinya aku kau baca beramai-ramai bersama temanmu di surau.....
Sekarang... pagi-pagi sambil minum kopi...engkau baca Koran pagi atau nonton berita TV
Waktu senggang..engkau sempatkan membaca buku karangan manusia
Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah Yang Maha Perkasa.
Engkau campakkan, engkau abaikan dan engkau lupakan...


Waktu berangkat kerjapun kadang engkau lupa baca pembuka surahku (Basmalah)
Diperjalanan engkau lebih asyik menikmati musik duniawi
Tidak ada kaset yang berisi ayat Alloh yang terdapat padaku di laci mobilmu
Sepanjang perjalanan radiomu selalu tertuju ke stasiun radio favoritmu
Aku tahu kalau itu bukan Stasiun Radio yang senantiasa melantunkan ayatku


Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja
Di Komputermu pun kau putar musik favoritmu
Jarang sekali engkau putar ayat-ayatku melantun
E-mail temanmu yang ada ayat-ayatkupun kadang kau abaikan
Engkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu


Benarlah dugaanku bahwa engkau kini sudah benar-benar melupakanku
Bila malam tiba engkau tahan nongkrong berjam-jam di depan TV
Menonton pertandingan Liga Italia , musik atau Film dan Sinetron laga
Di depan komputer berjam-jam engkau betah duduk
Hanya sekedar membaca berita murahan dan gambar sampah


Waktupun cepat berlalu...aku menjadi semakin kusam dalam lemari
Mengumpul debu dilapisi abu dan mungkin dimakan kutu
Seingatku hanya awal Ramadhan engkau membacaku kembali
Itupun hanya beberapa lembar dariku
Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu dulu
Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar lagi setiap membacaku.


Apakah Koran, TV, radio , komputer, dapat memberimu pertolongan ? Bila
engkau di kubur sendirian menunggu sampai kiamat tiba Engkau akan
diperiksa oleh para malaikat suruhanNya
Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada padaku engkau dapat selamat melaluinya.


Sekarang engkau begitu enteng membuang waktumu...
Setiap saat berlalu...kuranglah jatah umurmu...
Dan akhirnya kubur sentiasa menunggu kedatanganmu..
Engkau bisa kembali kepada Tuhanmu sewaktu-waktu
Apabila malaikat maut mengetuk pintu rumahmu.


Bila aku engkau baca selalu dan engkau hayati...
Di kuburmu nanti....
Aku akan datang sebagai pemuda gagah nan tampan
Yang akan membantu engkau membela diri
Bukan koran yang engkau baca yang akan membantumu Dari perjalanan di alam akhirat
Tapi Akulah "Qur'an" kitab sucimu
Yang senantiasa setia menemani dan melindungimu


Peganglah aku lagi . .. bacalah kembali aku setiap hari
Karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci
Yang berasal dari Alloh, Tuhan Yang Maha Mengetahui
Yang disampaikan oleh Jibril kepada Muhammad Rasulullah.


Keluarkanlah segera aku dari lemari atau lacimu...
Jangan lupa bawa kaset yang ada ayatku dalam laci mobilmu
Letakkan aku selalu di depan meja kerjamu
Agar engkau senantiasa mengingat Tuhanmu


Sentuhilah aku kembali...
Baca dan pelajari lagi aku....
Setiap datangnya pagi dan sore hari
Seperti dulu....dulu sekali...
Waktu engkau masih kecil , lugu dan polos...
Di surau kecil kampungmu yang damai
Jangan aku engkau biarkan sendiri....
Dalam bisu dan sepi....
Mahabenar Allah, yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana....






*tulisan ini saya copas dari sini dengan judul asli "Bila Al Quran Bisa Bicara"

Kamis, 18 Maret 2010

(My second Flash Fiction yang tidak terlalu flash) Untitled 2



Aku melirik wajahmu. Lelah, lusuh, dan rusuh. Dia telah benar-benar menggoncangmu minggu ini. Pelan-pelan kuangsurkan gelas berisi air putih ke hadapanmu.
“ Sabar ya?”
Entah kenapa, hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutku. Dan seketika aku terdiam lagi. Kaku.
Tapi kau lantas menoleh, tersenyum, dan mengangguk.
“Terima kasih An…”

Aku tahu kau telah berusaha keras dengannya. Memaafkannya untuk yang kedua kali, atas kesalahan yang sama, bagiku sama sekali bukan perkara mudah. Sejujurnya, untuk membayangkannya saja aku tak mampu, karena tidak pernah mengalaminya.

Dulu waktu kau datang padaku kali pertama dia mengkhianatimu, aku hanya bisa melihatmu menangis. Kali kedua kau datang padaku, tidak ada tangisan. Hanya sempat kulihat kaca-kaca itu berembun saat kau membicarakannya. Dan sekarang, kau bahkan bisa menghadapinya sembari tersenyum. Sementara aku tetap sama seperti sebelumnya. Menemanimu. Hanya itu saja. Menemanimu dalam diam. Hanya itu yang bisa kulakukan.

***

“Mama menjodohkanku An..”
“Mama menjodohkanku dengan anak sahabatnya. Orang itu kemarin datang…”

Itu katamu bulan lalu. Dan setelah itu kita jarang berjumpa, bahkan untuk sekedar komunikasi rutin. Kau sibuk, dan aku pun sibuk.

***

“Besok sore aku datang ke rumahmu ya? Ada yang mau aku kenalkan. Calon suamiku..” suara itu kembali menyapaku kemarin di telepon.
Riang. Tanpa beban.
Akhirnya, kau akan menikah juga sahabatku. Sahabatku tersayang, saudariku.
Aku tersenyum. Tersenyum lebar sekali ketika kau mengabariku.

***

“ Hai An…apa kabar?” sore ini lelaki itu memperlihatkan senyum lebarnya di depan pintu rumahku. Di sebelahnya berdiri kau yang juga tersenyum lebar. Dan aku hanya bisa tergagap, terlalu terkejut dengan semua itu.

.....

“Aku mencintainya An… Aku tidak bisa tidak memaafkannya, saat dia memohon-mohon di depanku.. Aku tak bisa An. Tapi dia sudah berjanji tak akan mengulanginya lagi. Aku percaya padanya …kau tahu? Entahlah, mungkin memang benar, cinta itu buta. Doakan kami ya?”
Dan kau kembali tersenyum. Wajahmu bercahaya. Kau bahagia. Tapi entah kenapa, aku malah merasa sesak. Sungguh.


***



*cerita ini hanya fiksi belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh dan peristiwa, itu hanyalah suatu ketidaksengajaan

Rabu, 17 Maret 2010

Little Practise for Your Face

Rating:
Category:Other
Jakarta - Perempuan menginginkan kulit wajah yang halus, kencang dan bersinar. Untuk membuat kulit tetap indah tak hanya memakai produk-produk kecantikan saja, dengan melakukan senam wajah, dapat mengembalikan kecerahan wajah.

Dahi
Pijatkan alis dengan jari-jari Anda. Tarik kebawah. Kemudian naikan alis, dan ulangi sepuluh kali.

Kelopak mata
Untk membuat mata cerah. Letakkan ibu jari di sudut mata, kemudian tutup mata. Kemudian, dengan ibu jari, tarik kulit ke arah dahi. Ulangi sepuluh kali.

Pipi
Bibir membentuk huruf 'O'. Kemudian tersenyum seluas mungkin. Ulangi sepuluh kali. Dengan cara ini bisa membuat awet muda.

Bibir
Mendorong bibir keluar membentuk huruf 'U' sejauh yang Anda bisa, kemudian tersenyum. Atau Anda dapat mengisap jari Anda sekuat mungkin. Sekali lagi, ulangi sepuluh kali.

Dagu
Tekan ibu jari pada tulang tepat di bawah dagu dan kemudian julurkan lidah keluar. Kemudian pijat dagu sampai bawah kuping. Hal ini ini melancarkan peredarah darah.

(kik/fta)

sumber: http://www.wolipop.com/read/2010/03/18/111231/1320204/849/senam-wajah-untuk-awet-muda?993306woli

Aku cinta kuliner Indonesia....




Di bawah ini ada kue-kue tradisional..asli Indonesia
Silakan dinikmati kuenya...
Silakan dipilih mana yang disuka..

Hayoo...pada tau nggak ini kue apa aja???
Xixixixi.......

Enjoy! ^^

Sekarang kita liat desertnya yaa.... *liat aja*




Gini nih, kalo lagi ga ada kerjaan ^^

Kelaparaaaaannnn!!!!!!!




Ow ow ow!!!
Lapar sangaaatt, dari pagi cuma minum air putih sama makan biskuit
Googling gambar makanan, tambah bikin laper dah..
Kayak-kayaknya lagi pengen makan ini, soalnya nggak ada menu lain yang ada di pikiran.. Mikir-mikir menu lain pun, nggak kepengen tuh rasanya..
Heheh..

Enjoy..

*Maaf buat yang lagi shaum yaaa... ^^v

Rumah....di Jakarta? Hmm...

Tadi, iseng-iseng, saya ngobrol-ngobrol soal rumah sama teman kantor. Lebih tepatnya, ngobrolin tentang rencana mempunyai rumah di Jakarta (gaya beneeerrr!! kerja belum dibayar juga, obrolannya udah soal rumah aja)


Back to the past:
Kemaren-kemaren, pas masih kongkow-kongkow di ruang rapat (bahasa kerennya kongkow2, padahal sebenernya mah bengong g ada kerjaan), pas belum ada pembagian Direktorat, anak-anak baru juga udah ngobrolin tentang apartemen. Hahaha.. Lebih gaya lagi kami waktu itu. Baru lulus, masih luntang-lantung di kantor baru, ngomongnya tentang nyicil apartemen.
Mungkin, karena kami tau bakal netep di Jakarta seterusnya, jadi bahkan saat itu pun udah mulai ngobrolin tentang tempat tinggal.

Back to the present lagi (maaf, tulisan ini emang alurnya campuran :p):
Jadi tadi, saya dan seorang teman ngobrol iseng tentang beli/nyicil/kredit/whatever lah tentang rumah. Dan saya baru sadar, nyari rumah (khususnya di Jakarta) itu sama sekali bukan perkara gampang.

Yang pertama jelas faktor biaya. Come on, ini Jakarta guys! Orang-orang datang dari berbagai penjuru daerah. Jakarta sesak. Pemukiman padat. Apalagi di pusat, di kawasan perkantoran.
Rumah di pusat pasti mahaalll. Makanya orang-orang rata-rata mengambil daerah pinggiran Jakarta buat tempat tinggal. Yang berarti: jauh, macet, dsb.

Yang kedua, faktor lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud adalah masyarakat dan lingkungan tempat tinggal. Kalau masyarakat jelas, artinya, bagaimana keadaan orang-orang di sekitar. Kalau di daerah kampus, tentu kebanyakan penghuninya mahasiswa. Kalau di daerah terminal, kemungkinan bakal banyak gaul dg orang-orang terminal.
Sementara yang dimaksud dg lingkungan tempat tinggal adalah apakah daerah tersebut bersih, nyaman, bebas banjir (banyak tempat di Jakarta yang jadi langganan banjir), dst.

Lalu pertimbangan selanjutnya adalah akses transportasi. Saya tadi sempat bilang ke teman saya:
"Aku pengennya yang ke kantornya naek angkot aja. Nggak suka naek metromini!"
Wew!
Hahaha..
Entah kenapa saya sedikit sensi dg metromini. FYI ya, naik metromini itu butuh stamina lebih. Udah naiknya buru-buru, mesti ngejar sampe tengah jalan di tengah kepadatan lalu lintas, udah gitu ga ditungguin, turunnya gitu lagi pula. Boro2 dibilangin ''check your belonging and step carefully''
Kagak maeenn..!!
Yang ada, keneknya bakal ketok-ketok jendela kaca metromini pake uang logam 'CTAK! CTAK! CTAK! CTAK!' yang artinya buat si supir adalah ''Tungguin Bang, ada yang turun neh!''
Sementara buat yang turun berarti ''Buruan woii!!!''
(heheh...kok malah jadi ngomongin metromini gini =P)

Jadi, intinya, transportasi itu penting-ting-ting-ting! Transportasi dan jarak menentukan kehidupan pekerjaan kita selanjutnya. Udah tau jauh, berangkat naik angkutan, macet, beuuh..!

Lalu yang selanjutnya adalah fasilitas. Ada apa aja tuh, di daerah sekitar rumah.
Makannya gampang nggak? *ini terutama buat yang suka makan di warung
Ada minimarketnya nggak?
ATM gimana?



Haduh..haduh..
Pusing kan??
Ternyata cari rumah tu ga gampang sodara-sodara.
Ada yang mau nambahin pertimbangan lainnya?
Sok atuh..



*Maaf tulisan nggak jelas gini. Maklum, dketik lewat HP dan tanpa perencanaan konsep yang matang :D

Minggu, 14 Maret 2010

GEREGETAN

Rating:
Category:Other

Ku lihat lagi.. wajahnya
Ku lirik lagi.. dia
S’makin ku pandang.. wajahnya
S’makin rupawan.

Matanya.. memancarkan cinta
Senyumnya.. manja nan menggoda
Gayanya.. wajar mempesona
Siapa dia.. hey.. hey..

Reff :
Geregetan..
Jadinya geregetan
Apa yang harus kulakukan
Geregetan..
Duh aku geregetan
Mungkinkah aku jatuh cinta

Ku coba.. ku sapa dirinya
Ku tanya.. siapa namanya ( Hey sayang..)
Ku dengar.. desah suaranya *Andiah: sedikit mengernyit*
Oh lengkaplah sudah

Back to Reff

Geregetan..
Duh aku geregetan
Mungkinkah aku jatuh cinta

Minggu, 07 Maret 2010

Andiah




Katanya, "ini gambar kamu pas udah jadi Kasubag TU dan udah punya anak 3..."

Hahaha....
Secara, gambarnya, berdasarkan penuturan beberapa orang-dan saya sendiri-nggak ada mirip-miripnya sama Andiah

"Kalo udah punya anak kan jadi endut, ntar juga mirip"
Dasaaarrr..!!

However, tengkyu marengkyu buat my friend yang udah bikin nih gambar. Good joob! Haha...

Rumahku bukan surga...

Dulu, ketika pertama kali membuka-buka buku "Barakallahu Laka, Bahagianya Merayakan Cinta" kepunyaan salah seorang teman, saya menemukan sebuah tulisan yang langsung membuat saya jatuh hati. Halaman 337, di bilik kelima "Membangun Maskanah, Tak Sekedar Rumah" ada sebuah puisi indah, begini bunyinya:


bukan surga, tapi serambinya
rumahku hanyalah sebentuk bait
tempat melabuh rindu, membagi tawa dan pangkuan,
lalu wangian surga semilir bersama tahmid
tempat menegak malam dengan dzikir menggigil dan tangis pertaubatan
rumahku adalah rasa aman dalam genggam jemari Ar Rahmaan
rumahku adalah juga derak kekhawatiran
agar tiada lena dalam fana
rumahkulah kutub yang mendamai hati dan sesenyum rasa
"Masuklah, berselimut, rehat!"
terkadang ia mentari yang menyala, menegur hati, dan menggerak
"Keluarlah, da'wah, jihad!"
rumahku perhentian,
tempat iman diperbarui dan ruh diisi ulang
lalu aku harus keluar membukti amalan
rumahku, menawan tenteram, menggerak bandang
rumahku
mungkin bukan surga, tapi insya Allah
serambinya





Rumahku nanti, jika ia tak seperti surga, izinkanlah ia menjadi serambinya saja, Ya Allah...
hanya serambi..
sebagai jalan para penghuninya untuk benar-benar masuk ke surgaMu..

Selasa, 02 Maret 2010

(My first Flash Fiction) Untitled

Ami mengerjap-ngerjapkan matanya. Sesekali menguap. Masih mengantuk. Dengan enggan dia meraih handphone yang tergeletak di meja samping tempat tidurnya. Jam enam kurang lima menit.

“Huwaaaa!!”
“Belum sholaaatt!”

Dak-duk-dak-duk! Setengah berlari dia menuruni tangga, menuju kamar mandi, wudlu, lantas menyambar mukena di ruang sholat. 5 menit kemudian dia sudah berlari kembali ke kamarnya di lantai dua.

“Nggak usah mandi aja pagi ini. Ntar telat ketinggalan kereta!” sungutnya sambil meraih handphone-nya lagi.

Jam enam lewat dua menit. Kereta berangkat jam enam lima belas. Kalau tidak bisa mengejarnya, dia harus menunggu sejam lagi. Padahal jam setengah delapan dia harus sudah sampai di bakal kantornya untuk  wawancara kerja. Hari sepenting ini. Kenapa mesti bangun telat?? Ami merutuki diri sendiri.

Tergesa-gesa dia memakai kerudung. Ugh! Kalau saat-saat genting macam ini pake kerudung aja susah! Setengah frustasi dia menjejalkan berbagai macam barang ke dalam tas. Dilihatnya kembali layar handphone-nya. Enam lewat delapan menit. Dia mau naik ojek saja ke stasiun. Kalau jalan kaki, pasti nanti ketinggalan kereta.

Kembali dia berlari menuruni tangga. Lalu langsung melesat keluar.

“Sepatu mana?? Sepatu?? Duuhh…” panik dia mencari sepatunya di antara tumpukan sepatu dan sandal milik anak-anak kos.

“Ami, mau kemana rapi amat?”
“Iya, ngapain lo Mi?” sapa dua teman kosnya yang baru masuk halaman.
“Hari ini kan gue wawancara kerja. Kalian jahat amat si, nggak bangunin. Kan jadinya kesiangaaan...” katanya sambil memakai sepatu.
“Sore ini?”
“Iya!”
“Hari Minggu gini?”
“Iii……..” kata-katanya terhenti, “Emang ini hari Minggu ya?”
“Ya ampun, Ami. Linglung ya?? Makanya, jangan tidur sore-sore sayaanngg.....”
“ Hahahaha!!”

Ami masih tertegun memandang kedua sahabatnya. Dia lalu mengecek handphone-nya lagi. Jam 6.15 p.m. Kereta sore pasti sudah berangkat.


***


masih baru belajar bikin flash fiction..barruuu aja belajar..
Jadi mohon dimaklumkan hasilnya..

Senin, 01 Maret 2010

Menjemput Impian ^.^/

 









Saya adalah seseorang dengan banyaaak mimpi.. Dengan banyak keinginan dan pemikiran di dalam otak. Begitu banyaknya sampai saya bingung kalau harus menyebutnya satu per satu.
Saya ingin pergi ke sini, pergi ke situ. Saya ingin bersekolah sampai tingkatan ini, tingkatan itu. Saya ingin punya anak ini, itu. Saya ingin buka usaha ini, itu.
Duuuhhh banyak deh..



Daripada bingung-bingung, sekarang lebih baik kita persempit cakupan mimpi saya itu. Kali ini dalam bidang pekerjaan ya?
Jujur, saya tidak pernah berpikiran untuk menjadi seorang PNS, pekerja kantoran, yang bekerja dari pagi sampai maghrib menjelang. Menekuni komputer dan berkas-berkas di meja. Mobilitas sedikit, dan bersosialisasi dengan orang banyak pun bukan prioritas pekerjaan.
Dulu saya pikir, saya adalah orang yang cocok untuk bekerja di balik meja. Berhubungan dengan barang-barang, bukannya dengan orang-orang. Saya kan pendiam, jadi saya rasa pekerjaan semacam itu cocok untuk saya. Tapi, seiring berjalannya waktu, meskipun saya masih pendiam, saya sudah bisa lumayan berkomunikasi, dan saya pikir saya juga bisa melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan banyak orang.

Sungguh, bukannya saya tidak bersyukur mendapatkan pekerjaan seperti yang saya lakoni sekarang (Wait! Mendapatkan? Mencarinya saja tidak. Saya hanya menunggu saja. Ya, menunggu tanpa berusaha mencari-cari pekerjaan). Syukur teramat sangaat ya Allah,,atas segala kemudahan ini … Syukur yang teraaaamat sangat.  Kuliah gratis, uang saku dapat. lulus langsung diberi pekerjaan, insya Allah diangkat menjadi PNS (doakan kami…), kurang nikmat apalagi coba?

Saya bersyukur bekerja di sini, di tempat seperti ini. Tapi saya pikir, saya punya impian yang masih mengendap di dalam kepala saya.
Impian mengenai ‘pekerjaan impian’. Pekerjaan yang apabila di sana, saya rasa, saya akan dengan senang hati menjalaninya.

Pekerjaan –pekerjaan impian yang pernah saya pikirkan adalah:

-    Bekerja di redaksi sebuah majalah. Sepertinya menyenangkan, berada di dunia yang sangat saya sukai sedari kecil. Dunia baca dan tulis (kayak slogan aja nih). Sepertinya saya akan bekerja di sini dengan penuh suka cita dan tanpa beban. Saat ini, pekerjaan ini yang paling menarik bagi saya.

-    Menjadi penulis dan menerbitkan buku. Tidak tau buku macam apa yang ingin saya terbitkan. Tapiii…impian yang satu ini ingiiiiinn sekali saya wujudkan. Jadi PNS yang juga penulis .. Aamiinn..

-    Apapun bentuknya itu, pokoknya saya ingin menulis dan terus menulis. Ingin berperan aktif dalam dunia kepenulisan. Ingin menjadi orang yang dibaca karyanya, bukan sekedar membaca karya orang lain. Semoga suatu hari nanti mimpi itu akan terwujud. Aamiin.. (lagi)

-    Ingin jadi guru. Dulu sewaktu akan masuk ke perguruan tinggi, saya menolak dengan keras gagasan orang tua yang menyarankan saya untuk jadi guru saja. Saya tidak tertarik mengajar. Apalagi harus berbicara di depan kelas? Oh, no! Saya pikir itu bukan ide yang bagus. Tapi sekarang, saya pikir saya ingin juga menjadi guru. Mengamalkan ilmu yang dimiliki, lantas berbahagia saat sang murid memahami, mengerti yang diajarkan, dan beranjak menuju kesuksesan mereka.

-    Menjadi business women. Membuka butik, atau toko, atau apalah semacamnya yang menjual pernak-pernik muslimah. Dengan barang-barang yang didesign sendiri. Baju, jilbab, tas, atau semacamnya. Saya suka menggambar, dan walaupaun saya tidak pernah mendesign sesuatu sendiri, itu pasti akan jadi pekerjaan yang menyenangkan….dan memuaskan ketika kita melihat hasil akhirnya




Hwaaaa… and so many things I wanna do..!!!!!


Tapi, bisakah? Mampukah??
Insya Allah, kalau kita punya niat lantas menjalaninya dengan penuh kesungguhan, tidak ada hal yang tidak mungkin kita raih.
 


Jadi, jika suatu hari nanti teman-teman MPers melihat nama Andiah di sebuah buku, atau di majalah, atau menjadi pemilik sebuah brand ternama, teman-teman tau kalau saya pernah memimpikan semua itu..



*Ahh..mimpi aja Andiah… ayo banguuuuuunnnnn!!!!




























*gambar diambil dari google