Semenjak awal menikah, saya dan suami sudah bertekad kalau kita hanya akan mengontrak selama 1 tahun. Itu sebabnya, beberapa bulan setelah pernikahan, kami mulai berburu mencari rumah. Tapi, ternyata mencari tempat tinggal permanen itu sulitnya berkali lipat dibandingkan dengan hanya mencari kontrakan. Akhirnya kami menyerah. Kelelahan. Tidak kunjung menemukan rumah yang cocok di hati dan cocok di kantong. Akhirnya, sampai 1 tahun kemudian, kami masih ngontrak, sekarang bahkan sudah memperpanjang kontrkan untuk satu tahun ke depan. Mission failed.
Beberapa minggu belakangan, kami kembali gencar mencari sang pelabuhan hati. Kembali ke saat beberapa bulan yang lalu, kami mulai lagi dari awal. Browsing internet, survey, tanya ke orang-orang, meminta bantuan saudara, mulai kami lakukan lagi. Dengan modal 1 tahun ke depan kontrakan, kami berharap bisa menemukan rumah yang cocok bagi kami. Dengan mempertimbangkan juga bahwa, 1 tahun lagi, anak kami baru akan berumur kurang lebih 5 bulan.
Berbagai pertimbangan dipikirkan dalam pencarian ini. Selain harga, yang tentunya diperhitungkan pertama kali, hal-hal lain yang menjadi pertimbangan kami adalah:
1. Lokasi/daerah yang akan diambil, apakah akan mengambil rumah di kota Jakarta, ataukah daerah pinggiran. Kami berdua putuskan, untuk mengambil rumah di kota satelit (Depok, Tangerang, Bekasi, Cibubur, Bogor). Selain harga rumah di sana masih terjangkau, kami juga menginginkan lingkungan yang sedikit lega dan lapang, tidak seperti di Jakarta Pusat yang padat, dan ramai. Beli rumah di pusat sebenarnya bisa-bisa saja. Masih ada kok, rumah yang terjangkau harganya di tengah kota, asalkaann, mau berbagi halaman dengan tetangga. Yup. Biasanya, rumah-rumah dalam kota yang harganya masih bisa dijangkau itu rumah-rumah yang ada di dalam gang. Rumahnya sendiri, rata-rata bagus kok, tapi ya itu, mobil tidak bisa masuk, susah cari parkir, dan harus tahan dengan keramaian (pengalaman sendiri tinggal di perumahan padat penduduk). Untuk rumah yang ada di tepi jalan raya, harganya sudah milyaran, meskipun itu rumah lama (bukan golongan rumah mewah).
2. Akses menuju pusat kota Jakarta. Dengan pemilihan daerah perumahan yang jauh dari pusat, dan berhubung kami berdua berkantor di pusatnya Jakarta, kami pun harus memikirkan akses menuju pusat kota. Pertimbangan itu antara lain: ada tidaknya jalan tol, dan ada tidaknya stasiun kereta. Jalanan dalam kota tentu saja tidak bisa dijadikan patokan jauh-dekat karena dimana-mana sekarang sama saja permasalahannya: macet. Selain tol dan kereta, adanya transportasi umum yang mudah, misalnya bis dari daerah tersebut yang masuk tol langsung ke pusat kota, atau ada tidaknya jemputan kantor di daerah tersebut, alih-alih beragam metromini, angkot, atau bus yang harus berkali-kali ganti untuk sampai di tujuan, tentu menjadi pertimbangan selanjutnya.
3. Sampai di kedua pertimbangan tadi, kami akhirnya memantapkan diri untuk mencari rumah di kisaran daerah Jakarta Selatan-Tangerang. Mungkin di daerah Bintaro, Serpong, Pamulang, Alam Sutera, atau Tangerang. Kalau menuruti keinginan, sebenarnya saya ingin di daerah Bintaro, menngingat daerah itu adalah jajahan semasa kuliah. Tapii, Bintaro adalah daerah mahal. Jadi kami tidak terlalu memaksakan diri untuk mendapatkan rumah di sana. Walaupun begitu, kami masih belum mengeliminasinya dari daftar pilihan. Untuk daerah Bekasi, saya entah kenapa merasa tidak cocok berada di sana. Saya pernah sekali jalan ke sana, dan kapok, huhuhu... Kata orang, mencari rumah itu ibarat mencari jodoh, dan sepertinya, saya tidak berjodoh dengan Bekasi. Bogor, sejak awal tidak menjadi pilihan, karena saya belum pernah mengalami perjalanan dari Bogor ke Jakarta Pusat. Orang kantor bukannya tidak ada yang bertempat tinggal di Bogor. Ada, tetapi tidak banyak. Sebagian dari mereka mengandalkan kereta untuk pulang pergi, sebagian lagi dengan jemputan. Cibubur. Hampir setiap bulan saya ke sana, ke rumah kakak ipar. Dan hal lain selain jauhnya jarak antara Cibubur-Jakarta Pusat, yang menjadi alasan untuk tidak memilih Cibubur sebagai tempat tinggal adalah: macet. Setiap hari Cibubur macet. Entah pada hari kerja biasa, ataupun saat weekend. Memang dulu sempat mencari-cari di daerah sana, tapi akhirnya kami putuskan untuk mengeliminasinya saja. Depok sebenarnya pernah kami jelajahi berdua saat pencarian pertama beberapa bulan lalu. Saya menginginkan daerah rumah tinggal yang asri, dan saya pikir Depok adalah tempat yang cocok. Tapi entah kenapa, kami berdua berubah pikiran pada pencarian kedua ini. Akses ke Depok hanyalah kereta. Tidak ada jalan tol. Kalau keretanya mogok, alamat saya bakal telat pergi ke kantor. Jadi pada akhirnya, kami putuskan untuk mencari sekitaran Jakarta Selatan-Tangerang, yang punya akses tol (Serpong dan Alam Sutera), maupun jalur kereta api.
4. Setelah menentukan cakupan wilayah kami akan tinggal, kami pun memulai pencarian selanjutnya. Dan pertimbangan lain pun bermunculan: apakah daerah perumahannya bebas banjir, apakah air mudah, bagaimana fasilitas umum yang ada di sana, dan lain sebagainya. Untuk sementara kami masih mengandalkan informasi dari mana saja. Dan semakin membaca, semakin banyak mencari tahu di internet, maka semakin bingunglah kami. Ada yang bilang, kalau untuk mencari rumah pertama kali, jangan andalkan internet, karena itu akan membuat kita semakin bingung. Tapi saya rasa, kita dapat mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari mana saja. Apalagi untuk pemula seperti kami, yang tidak tahu-menahu tentang agen properti, dkk-nya. Jadi kamipun mengumpulkan informasi dari internet, teman, saudara, brosur-brosur, dan survey kecil-kecilan kami sendiri.
Untuk sementara ini, sepertinya baru itu saja lika-liku pencarian rumah idaman. Semoga jurnal tentang ini tidak berhenti sampai di tengah jalan. Dan semoga, kami dapat segera bertemu dengan jodoh kami :D
*menanti tanggapan dari temen-temen MP. Siapa tau ada yang berkenan memberikan informasi, masukan, pengalaman, ataupun tips n trik mencari rumah ;)