Senin, 30 Januari 2012

Temporary LDR


Tinggal 2 minggu lagi saya akan menjalani cuti panjang, cuti melahirkan selama 3 bulan. 1 bulan di depan, dan 2 bulan di belakang. Rencana dari awal dulu memang mau melahirkan di rumah. Jadi nanti begitu cuti, saya langsung cap cus ke Purbalingga. Tadinya, saya pikir saya mau menikmati beberapa hari cuti di Jakarta lebih dulu. Jadi ibu rumah tangga dan melayani suami lebih dulu. Tapi ternyata, di minggu pertama cuti, suami ada agenda selama beberapa hari ke Jogja. Daripada malah makan ati sendirian di kontrakan, lebih baik saya langsung pulang saja.

Kecemasan malah bukan datang dari semakin dekatnya masa persalinan. Tapi karena saya harus LDRan dengan suami. Huwaaa.. Sedikit lebay ya. Toh hanya 3 bulan. Dan lagi, suami bakal sering-sering ke Purbalingga. Tapi, entah kenapa tetap terasa memberatkan.

Saya dan suami terbiasa selalu berdua semenjak menikah. Kemana-mana berdua. Keluar kota berdua. Liburan berdua. Kondangan teman saya atau suami, harus datang berdua. Bahkan bayar air PAM pun suami tidak mau sendiri (kalau yang satu itu saya rasa hanya karena suami maunya ditemenin -_-). Tentu saja tidak berlaku untuk urusan kantor. Tak jarang sebenarnya saya ditinggal sendiri ke luar kota selama beberapa hari. Tapi hanya beberapa hari saja, tak pernah lebih dari seminggu.

Sempat saya nangis-nangis karena mau LDR. Haish, kalau dipikir-pikir terlalu lebay si. Tapi bagaimana tidak sedih, kalau membayangkan nanti suami sendirian di rumah. Pulang kantor tidak ada yang menyambut (meskipun tidak selalu sambutan isteri itu sambutan yg menyenangkan :p). Tidur peluk guling sendirian. Wiken nonton tv sendirian. Sepi. Sementara saya ngumpul bareng bapak-ibu di rumah. Sempat juga terpikir bagaimana keadaan rumah nanti. Mungkin saja akan tambah berantakan dari (yang sudah berantakan) sekarang ini. Apalagi suami hobi melemparkan baju kotor sembarangan, meletakkan jaket sembarangan. Bagaimana nanti kalau pagi hari dia tidak bisa menemukan kaos kakinya? Atau kehilangan jam tangannya? Saya juga berpikir, apakah nanti sprei tempat tidur akan diganti selama waktu 3 bulan itu?

Sebenarnya saya tidak perlu terlalu cemas, mengingat ada Ibu asisten rumah tangga kami yg pulang-pergi setiap hari (kecuali saat weekend). Jadi tidak mungkin rumah akan sangat berantakan. Toh masih ada yang beres-beres dan mencuci baju. Lagipula suami akan seharian di kantor dari pagi sampai malam. Mungkin dia pulang hanya untuk numpang tidur saja.

Ternyata, tidak hanya saya yang bisa galau menjelang LDR. Suami juga bisa galau, walaupun dalam taraf yang jauh lebih ringan. Kemarin, saat kami sedang asik nonton tv sembari bercanda, tiba-tiba dia nyeletuk, "Nanti, kalau weekend gini, Ayah ngapain ya? Ah, telpon-telponan aja nanti ya?" Giliran saya yang tertawa dan menghibur.

Hei, jangan-jangan Ayah malah seneng mau ditinggal sementara waktu. Nggak ada yang bakal ganggu dia setiap hari dengan pertanyaan: pulang jam berapa? Atau rengekan: mau dijempuuut doong. Pfuuhh..

Eh, btw, selain bakal LDR dengan suami, sepertinya saya juga bakal LDR sementara waktu dengan MP. Bawaan kalau sudah di rumah, males buka leptop dan nyalain modem. Kalau ngenet, paling hobi pake hp yang bisa sambil tiduran. Tapi entah juga yaaa..mengingat saat-saat itu sepertinya akan jadi saat yg membosankan. Biarpun bareng bapak-ibu, tapi mereka masih harus ngajar setiap hari. Di rumah juga ditinggal sendiri, walaupun hanya sampai siang hari. Enaknya ngapain yaa, di masa-masa cuti itu? :D

Kamis, 26 Januari 2012

Belanja keperluan bayi tahap 1




Beberapa minggu yang lalu, saya dan suami menyempatkan diri berbelanja kebutuhan bayi. Setelah berkali-kali gagal, akhirnya kami jadi juga pergi ke ITC Cempaka Mas. Waktu itu hari Minggu. Siang sebelum berbelanja, saya dan suami, serta sepasang suami isteri teman kantor suami pergi membesuk anak-teman kantor-suami terlebih dulu di RS Harapan Kita. Saat membesuk hari itu, hasil tes lab baru keluar. Dan Ivan, anak kelas 2 SD yang sudah beberapa hari menginap di RS itu dinyatakan positif terkena leukimia, stadium 1 :( Tidak ada raut sedih sama sekali di wajah Mbak Yuyun, sang ibu, meski kami tau dari rekannya yang lain, bahwa dia sering menangis. Sedih, takut, dan cemas tentu saja menggelayuti pikirannya. Tapi bagaimanapun, Ibu sepertinya pantang menangis di depan anaknya ya. Jadi saat kami datang, kami bercanda seperti biasa.

Sepulang dari rumah sakit, meski lelah, kami paksa diri untuk belanja. Kami pun meluncur ke ITC Cempaka Mas. Sesampainya di sana, kami sholat ashar terlebih dahulu baru setelah itu masuk ke dalam. Dari hasil gugling di internet, serta tanya sana-sini, saya putuskan untuk mencoba belanja di Audrey Baby Shop. tempatnya ada di lantai 3 blok F (kalau tidak salah). Begitu ketemu tokonya, saya dan suami hanya bisa bengong. Tempat itu full dengan perlengkapan bayi dan ibu menyusui. Satu lorong, berisi segala macam pernak-pernik. Karena bingung, selama beberapa menit saya hanya keluar masuk, pegang ini itu, tanpa tau musti memulai darimana. Tempatnya sedikit berantakan, dan banyak orang heboh dengan belanjaannya sendiri. Tapi pelayanannya cukup baik. Saya dihampiri seorang pelayan dan ditanya apa sudah ada yang melayani? Saya jawab belum, dan seorang mbak-mbak langsung menghampiri untuk membantu saya.

Sayangnya, hari itu saya tidak membawa catatan apa saja yang harus saya beli. Jadi, saya belanja berdasarkan feeling, hehe.. O iya, kami belanja untuk bayi usia 3 bulan. Dengan pertimbangan bahwa perlengkapan untuk newborn sudah dibeli oleh Eyangnya di Purbalingga. Nanti kalau sudah pulang kampung, kami berencana untuk berbelanja lagi.

Dan inilah hasil belanjaan kami waktu itu:
Bantal set babycare (terdiri dari 2 guling kecil dan bantal peang) (65.000/set)
Selimut topi babycare (@50.000)
Celana pop libby motif 6 bh (105.000/lusin)
Celana pendek libby motif 3 bh (130.000/lusin)
Celana panjang nova polos 3 bh (155.000/lusin)
Baju lengan pendek libby motif 3 bh (145.000/lusin)
Baju lengan panjang libby motif 3 bh (160.000/lusin)
Baju kutung libby polos (125.000/lusin)
Kaos kaki petite mimi 1 set (85.000/set)
Mama Pad 1 kotak (@40.000)

Masih sedikit yaa?
Rencananya barang2 tersebut mau ditinggal di kontrakan, dan mulai dipakai nanti sewaktu kami (saya dan dedek) sudah pulang lagi ke Jakarta.

Sekarang sedang asik berburu cloth diaper. Sementara masih browsing sana-sini, belum menentukan pilihan. Setelah itu, lanjut lagi perburuan segala macam perlengkapan asi dan ibu menyusui. Semangaaatt!!


p.s:
Moms, bantal menyusui perlu nggak sih? Trus, diaper bag apa butuh juga? Mengingat nanti kami harus melakukan perjalanan Purbalingga-Jakarta? Kalau bisa , sebisa mungkin segala yang butuh mau dibeli di depan. Soalnya kalau sudah cuti pasti jarang buka internet di kompi :D


*gambar pinjam dari sini


Rabu, 25 Januari 2012

Me, Now. Big Size :D




Tadi waktu ngaca di toilet, iseng saya kepikiran untuk mengabadikan momen kehamilan trimester akhir saya ini. Pas perut udah besaar. Kebetulan saya juga tidak punya dokumentasi khusus selama masa kehamilan. Dulu sih sempat berencana buat foto studio bareng suami, tapi nggak jadi sampai sekarang.

Akhirnya, tadi foto-foto sendiri deh. Biar nanti bisa dilihat-lihat lagi kalau lagi kangen sama masa hamil, saya taroh di MP aja yaa :p

Rabu, 11 Januari 2012

Perjalanan menemukan rumah idaman (bagian 3)


Setelah sekian lama tidak menunjukkan progress apapun, kami (saya dan suami) menghentikan sementara proses pencarian rumah kami. Pasrah. Sebentar lagi akan ada banyak keperluan menyangkut kelahiran bayi mungil kami. Selain itu, masa kontrak rumah yang sekarang kami tempati masih lama. Baru berakhir bulan Agustus tahun ini. Jadi kami pikir masih akan ada waktu untuk rumah.

Dalam masa itu, kira-kira sebulan yang lalu, tiba-tiba ada telepon dari Pakdhe yang rumahnya di Ciledug sana. Beliau yang tau bahwa kami sedang mencari rumah, memberitahu bahwa di dekat rumahnya ada sebuah perumahan yang bagus, aksesnya ke Jakarta mudah, dan beliau merekomendasikannya untuk kami. Saya iyakan dan janjikan bahwa dua minggu lagi Insya Allah kami akan main untuk melihat-lihat. Selain itu, ada saudara yang hajatan. Jadi kami ingin berkunjung.

Pada waktu itu, saya pikir Pakdhe hanya basa-basi. Mengingat saudara-saudara kami yang lain juga merekomendasikan daerah di dekat tempat tinggal mereka masing-masing sebagai pilihan kami mencari rumah. Yang di Pamulang merekomendasikan daerah Pamulang, yang di Graha Raya merekomendasikan Graha Raya, dst.

Ternyata, dua minggu kemudian kami ditelpon lagi. Saat itu, kebetulan bapak-ibu Purbalingga sedang ada di Jakarta. Karena tidak enak hati, tidak mengira bahwa ternyata Pakdhe serius sedang menawarkan rumah, akhirnya berangkatlah bapak-ibu ke Ciledug untuk melihat rumah itu terlebih dahulu. Saat itu hari kerja, saya dan suami tidak bisa ikut. Tidak lupa saya pesankan kepada adik saya untuk memotret rumah dan sekelilingnya.

Sepulang dari sana sore harinya, ibu antusias bercerita dan bilang bahwa beliau sreg dengan rumah yang ditawarkan Pakdhe. Daerahnya enak, lingkungannya beliau suka, dan aksesnya juga lumayan mudah, walaupun memang jauh dari Jakarta. Bapak juga cocok. Apalagi katanya, dekat dengan rumah Pakdhe. Jadi kalau bapak-ibu ke Jakarta, mereka bisa main-main ke rumah Pakdhe. Haha.. iya juga si. Secara kalau ke Jakarta, sekarang-sekarang ini, bapak sama ibu suka bingung mencari kegiatan. Maklum, seharian ditinggal anak-menantunya dari pagi sampai malam hari. Kalau ibu masih ada kegiatan: memasak untuk orang rumah. Kalau bapak, paling hanya tidur, nonton tv, atau jalan-jalan ke sekitar yang sama sekali tidak enak untuk ditelusuri lantaran kami berada di perumahan padat penduduk yang rumahnya ada di dalam gang.

Saat melihat foto-foto yang sempat diambil oleh adik, saya juga merasa cocok dengan rumah yang ditawarkan. Saya dan suamipun memutuskan untuk melihat rumah tersebut di akhir pekan. Dan memang kami juga tidak enak hati kalau sampai tidak melihatnya. Mengingat Pakdhe sudah susah-susah memberitahu kami, dan bahkan membooking kepada pemiliknya agar rumah itu jangan diproses dengan orang lain dulu.

Akhir pekan, saya dan suami pun pergi ke tempat Pakdhe. Hanya berdua soalnya waktu itu bapak, ibu dan adik sudah pulang semua. Sayang sesampainya di sana kami hanya bisa melihat rumah dimaksud dari luar pagar saja. Pemiliknya sedang tidak ada di rumah (rumahnya yang lain) sehingga tidak ada kunci yang bisa diantarkan. Setelah puas menjelajah dan melihat-lihat dari luar pagar, kami pun ke rumah Pakdhe-yang ternyata benar-benar dekat hanya sekitar 500 meter saja, hanya saja rumah Pakdhe ada di belakang kompleks perumahan rumah yang kami taksir-untuk membicarakan perihal rumah tersebut lebih lanjut.

Pada akhirnya, saya dan suami (akhirnya) sepakat untuk memrosesnya lebih lanjut. Akhirnyaa setelah sekian pencarian kami, kami memutuskan akan mengambil rumah itu. Berbagai hal kami pertimbangkan. Jauh? Ya tentu saja. Tapi insya Allah, saya mantapkan diri untuk menempuh perjalanan itu.

Minggu berikutnya, kami jadwalkan bertemu dengan pemilik rumah untuk meminta kelengkapan dokumen. Sebelum-sebelumnya, Pakdhe yang selalu berhubungan dengan pemilik rumah. Mulai dari negosisasi harga, pajak penjualan pembelian, DP, dan lain sebagainya. Kami tidak enak merepotkan terus menerus. Akhirnya minggu itu kami pun ke sana lagi, bertemu bapak pemilik rumah, dan kami akhirnya masuk ke rumah itu.

Tadinya saat membayangkannya dari luar pagar dan dari foto-foto yang diambil, saya berpikir akan kecil sekali calon rumah kami. Dengan tipe tanah hanya 72, dan tipe rumah hanya 30sekian (lupa), tentu  akan berbeda dengan kontrakan kami sekarang. Apalagi jika dibandingkan dengan rumah Purbalingga atau Temanggung yang jauuuh lebih besar lagi (maklum rumah di  kampung, hehe). Tapi setelah melihatnya sendiri, thats not too bad kok. Rumah kecil itu terlihat lapang karena plafonnya tinggiii. Jendelanya pun besar-besar. Saya dan suami yang tadinya menguatkan hati dengan pemikiran seperti: kita kan mulai dari nol, jadi wajar kalau rumahnya kecil, atau kita kan bukan orang kaya, jadi mampunya ya beli rumah yang segitu—semakin lapang dan tersenyum lebar saat melihat rumah itu langsung. Ah, tidak seburuk yang dibayangkan. Lagipula, kanan-kiri rumah itu, banyak rumah bagus yang sudah dibangun 2 lantai. Terlihat megah dan besar walau dengan luas tanah yang sama dengan rumah incaran kami. Kami pun lebih berbesar hati.

Selanjutnya, ternyata proses untuk menuju pengajuan kredit dari kantor pun tidak mudah, karena ada beberapa pending matters (haha..bahasa gue) yang harus kami bereskan terlebih dahulu. Ceritanya akan saya posting lain waktu saja mengingat jurnal ini sudah cukup panjang dan akan jadi membosankan kalau nekat diterukan juga. Yang jelas, saat ini kami sedang dalam tahap membereskan pending-an tersebut. Semoga akhir minggu ini sudah kelar sehingga minggu depan benar-benar sudah mulai diproses pengajuan kreditnya. Doakan kami ya temans :)

Rumah itu memang benar-benar jodoh ya. Dicari kemana-mana nggak ada yang nyangkut. Saat nggak dicari-cari, eh dia malah muncul sendiri. Semoga, untuk kali ini, rumah itu benar-benar jodoh kami. Aamiin...


jalan kompleks depan rumah incaran kami. ujungnya buntu :D





Selasa, 10 Januari 2012

Rabu pagi yang menegangkan

Entah apa yang terjadi dengan hari ini. Mungkin bangun sholat subuh yang kesiangan, mungkin lupa berdoa sebelum mengawali hari.

Hari ini, ceritanya saya akan cek kandungan ke Ibu Dokter sore hari sepulang dari kantor. Antrian nomor 6. Kata mbaknya waktu daftar, datang saja sekitar jam 5 sore. Itu artinya, saya harus pulang ontime. Nah, kantor saya tercinta, mulai awal tahun ini memberlakukan flexi time khusus untuk wilayah Jakarta. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya kami harus mengejar absen sebelum pukul 07.30 (kalau tidak mau dikatakan terlambat dan dipotong tunjangan), maka mulai tahun ini kami bisa absen maksimal sampai pukul 08.00. Jam 07.30 s.d. 08.00 sudah terhitung terlambat. Tapi, tidak ada pemotongan tunjangan kalau kami mengganti jamnya di belakang. Jadi, bisa-bisa saja datang maksimal jam 08.00 pagi, asalkan pulangnya jam 17.30.

Saya sebenarnya lebih suka datang pagi sebelum batas waktu jam 07.30. Tapi apa mau dikata, sudah 2 hari berturut-turut kemarin sampai kantor lebih dari jam tersebut, Akhirnya, terpaksa harus pulang sore (biasanya juga sore sih). Naah, karena nanti sore saya bakal ke RS jam 5, jadi pagi ini saya berusaha datang sebelum jam 07.30 supaya bisa pulang tenggo. Eaalah, walaupun sudah hectic pagi-pagi di rumah, tetap saja tidak terkejar sampai kantor pagi. Sepanjang jalan ke kantor, saya menyalah-nyalahkan suami, yang pagi tadi banyaaakk banget keperluannya. Pake acara setrika kaos segala.

Waktu jalan di parkiran menuju ke kantor, rasa sebel, marah, kecewa menumpuk jadi satu. Rasa-rasanya pengen nangis. Padahal sudah dari kemarin diwanti-wanti supaya berangkat lebih pagi. Biar sorenya bisa ontime ke RS. Dan benarlah, waktu menempelkan jari ke mesin fingerprint, angka di sana tertera 07.32. Arrrgghh! Baiklah, jadi nanti sore paling cepat baru bisa berangkat ke RS dari kantor jam 17.30. Atau, berangkat awal, lalu balik kantor lagi sepulang check up buat absen sore? Hmm...

Hati masih dongkol karena masalah absen, saya lalu pergi ke ATM. Barusan. Transfer sjumlah uang ke rekening suami. Setelah memencet konfirmasi transfer, layar ATM loading cukup lama sebelum akhirnya memunculkan kata: transaksi gagal. Saya cek saldonya. Berkurang sejumlah uang yang saya transfer, menyisakan sebagian kecil sisa uang di rekening saya yang hanya cukup untuk makan sampai akhir bulan. Paniklah saya. Jumlah uang yang hilang bukan jumlah yang sedikit. Dan itu adalah hasil ikhtiar kami dalam rangka memenuhi mimpi punya rumah sendiri. Terbayang betapa beberapa minggu terakhir kami mengumpulkan dana dari mana saja guna melengkapi kekurangan agar kami bisa bertransaksi rumah, dan sisa kekurangannya itu hilang begitu saja di depan mata karena masalah ATM error.

Lemas

Saya menuju bangku di sekitaran ATM dan langsung mendudukkan diri. Telpon suami. Panik.  Memintanya langsung mengecek saldo tabungannya via internet banking. Dan dia bilang, uangnya belum masuk. Hampir saja menangis kalau tidak ingat tadi pagi saya ngambek. Terbayang bagaimana ruwetnya mengurus kehilangan sejumlah uang tersebut.

Setelah menenangkan diri, dilanjutkan dengan belanja di koperasi (kebetulan pagi ini belum ada makanan yang masuk ke perut), saya pun memberanikan diri ke ATM lagi. Pasrah. Bismillah. Dan... Alhamdulilllaaaahh, uangnya sudah kembali lagi. Puji syukur ya Allah.. Saya langsung kirimkan uang tersebut ke rekening suami. Tidak lama kemudian, suami telpon kalau uangnya sudah masuk ke rekeningnya. Alhamdulilllah, lega tak terkira *sembari gigit jari melihat saldo di rekening sendiri


Pagi ini diawali dengan hal-hal tak terduga yang sedikit mengguncang emosi. Semoga saja tidak menaikkan tekanan darah nanti. Dedek baik-baik ya Nak. Semoga hasil cek kandungan nanti sore baik :)

Selasa, 03 Januari 2012

My Little Baby Boy in The Womb


Saat di USG 4 dimensi seminggu yang lalu, saya dan suami sangat takjub melihat dedek di dalam perut. Dia bergerak tiada henti. Mulai dari menguap, menjilat tangan, menutup muka, meregangkan tangan (udah mulai sempit kamu Nak, di dalam sana?), dan lain sebagainya.

Ibu Dokter dengan sabar menjelaskan ini itu. Dan sekali lagi meyakinkan kami kalau dedek kecil ini adalah seorang cowok. "Tuuh, liat Monasnya keliatan.." yang membuat saya berpikir kalau ini bukan di Jakarta, apakah masih akan dibilang Monas? *plaks! nggak penting banget deh, haha!

Siang hari setelah setelahnya (kami ke RS malam hari), CD hasil USG pun jadi. Dan malam selanjutnya, kami menonton dedek lagi, kali itu dengan Eyang dan Omnya dari Purbalingga. Kebetulan mereka sedang liburan di Jakarta kemarin. Dan keluarlah komentar, katanya dedek mirip sayaaa. Emang pipinya chubby-chubby gitu miriip dengan saya, nggak ada miripnya sama suami yang berpipi tirus bin kurus. Hidungnya, kalau dari samping pun sepertinya mirip saya, tidak terlalu mancung. Tapi sepertinya kalau dilihat dari depan, hidungnya besar dan mbangir. Hmmm...  

Ayahnya sebel bener dibilang sang anak mirip dengan Bundanya. Apalagi waktu itu dia sendirian tidak ada pendukung. Hihi, peace Yah.. Kita lihat nanti saja, dedek kecil mirip siapa ;) Lagipula, bukannya anak bayi itu masih berubah-ubah wajahnya? Sebentar mirip ibunya, sebentar mirip ayahnya. Ah tapi, siapa mirip siapa itu tidak penting. yang penting, dedek baik-baik di dalam sana, dan lahir sesuai waktunya dengan sehat dan selamat. Aamiin :)


Tuh, liat pipinya yang chubby. He is soo sweet :-*