Kamis, 28 Juni 2012

Tengkurep




Raihan hari ini berusia 4 bulan 3 hari. Dan hari kemarin menjadi catatan tersendiri, karena.....Raihan udah bisa tengkurep sendiri. Dan itu dilakukannya bolak-balik, berkali-kali. Bahkan, setiap kali bangun tidur dia langsung tengkurep. Orang rumah jadi harus lebih peka nih. Soalnya semalam Raihan juga beberapa kali tengkurep pas bobok. Tapi biasanya dia langsung bangun kalo gitu.

Oya, Raihan juga sekarang udah tambah pinter. Makin tahu banyak hal..dan akibatnya, makin cerewet. Hehehee.. Nggak papa Nak, yang penting sehat selalu ya :-*


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 20 Juni 2012

Selasa, 19 Juni 2012

(Capturing moments) Laki-laki sejati




Raihan: "Yah, laki-laki sejati itu seperti apa?"

Ayah: "Laki-laki sejati itu, sayang ayah sama bunda, rajin sholat dan ngaji, sama nggak merokok''

Raihan: "Aihan mau jadi laki-laki sejati Yah.. Bisa nggak ya?"

Ayah: "Kamu pasti bisa Nak.."

Raihan: "Doain Aihan ya Yah.."

Ayah: "Pasti"

Rabu, 13 Juni 2012

Utang

Suatu hari, dalam percakapan antara saya, suami, dan pegawai bank


Suami: Nanti kalau saya meninggal gimana mas?

Pegawai bank: Nanti dianggep lunas Pak. Utang Bapak dihapus, termasuk jika ada tunggakan

Suami: Syukur deh. Kan nggak enak, mati bawa utang gede

Saya: "Ya Allah, semoga suamiku diberikan umur panjang dan kami bisa melunasi utang-utang kami.."

Aamiin

Selasa, 12 Juni 2012

Perjanjian besar

13 Juni 2012

Ternyata selain akad nikah, ada perjanjian besar lain yang kami lakukan

Dengan tanggung jawab yang besar juga

Bismillah...semoga bisa menuntaskannya dengan baik :))

Senin, 11 Juni 2012

Seandainya

Tahun lalu, menjelang Ramadhan, ada wacana kalau suami akan/ingin (?) pindah kerja ke tempat baru. Waktu itu, kantor saya masih di depan Lapangan Banteng. Sementara (mantan) calon kantor suami, ada di depan jalan Senen Raya. Masih deket dengan Lapangan Banteng laah, sekitar 1 kiloan. Waktu itu juga, kantor saya sedang dalam wacana akan pindah. Dan kalau kami berdua jadi pindah, kantor kami berdua akan bersebelahan! Indahnyaaa, membayangkan akan bertetangga gedung dengan suami.

Satu tahun berlalu

Suami tidak jadi pindah. Dan Alhamdulillah, keputusannya saat itu terasa benar beberapa bulan kemudian. Rejeki tidak kemana. 


Saya?

Gedung kantor jadi pindah. Tepat di sebelah (mantan) calon gedung suami. Sering saya bilang ke suami, 

"Coba Ayah dulu jadi pindah. Kantor kita sebelahan"

"Nda bisa liat lobby gedung itu lho Yaah.. Kalo Ayah dulu jadi kesana, nanti Nda bilang: Hayoo, lagi ngapain tuh di depan??"

atau

"Nanti kita bisa makan siang bareng"

"Nanti kalo sore Nda telpon Ayah: "Yahh, pulang yuuk. Nda udah di lobby gedung ayah nih!"


Lalu jawaban suami pasti

"Untung Ayah dulu nggak jadi pindah"


Hahahaa..


mantan calon gedung suami, dilihat dari ruangan kantor

Minggu, 10 Juni 2012

Perjuangan ASI kami (part I)



Dulu waktu awal kelahiran Raihan, sempat saya frustasi, stress karena ASI tidak kunjung keluar. Malam pertama Raihan di rumah (rumah eyangnya), dia menangis tiada henti. Sepanjang malam. Saat itu, saya masih dalam kondisi pemulihan sehabis melahirkan. Sementara ayahnya, terkapar nyaris tidak berkutik di tempat tidur, di kamar saya di rumah, kelelahan pasca mendampingi saya bersalin, dilanjut dengan kesibukan hari pertama menjadi ayah baru, dan kesibukan menerima banyak tamu di rumah sakit.

Karena ayah Raihan sakit, ibu meminta saya dan Raihan tidur di kamarnya saja. Akhirnya kami tidur bersama ibu. Malam itu Raihan menangis tiada henti. Ibu dan Eyang, yang kebetulan malam itu menginap (bapak dan ibu mertua juga ada, tapi mereka menginap di rumah saudaranya yang satu kampung dengan saya), bilang kalau dia haus. Raihan haus karena ASI saya tidak keluar. Down rasanya saat itu. Apalagi saya lelah. Saya ingin tidur. Sejaaamm saja. Tapi Raihan benar-benar menangis tiada henti. Ibu menyarankan, coba dikasih air putih. Saya jelas menolak. Bayiku..kasihan sekali dia harus minum air putih. Saya memang tidak menyediakan susu formula karena tidak ingin memberinya selain ASI.

Setelah bermacam usaha tidak juga membuat Raihan berhenti menangis, saya pasrah, Ibu dan Eyang pun akhirnya memberinya sendok berisi air putih.  Setiap kali air itu disendokkan ke mulut mungilnya, dia diam. Mengecap-ngecap. "Tuh liat, Raihan haus. Kasihan sekali..." kata Ibu. Saya tak kuasa melihatnya. Raihanku, malam kedua kehadirannya, sudah minum air putih. Oohh...

Paginya, saya ngambek ke suami. Ngambek karena dia tidak ada di malam itu. Saya tahu, tidak seharusnya memarahinya. Dia juga sakit dan butuh perhatian. Tapi kelelahan dan kekecewaan malam itu membuat saya frustasi. Pagi itu, berdua dengannya yang mulai baikan, saya keluar mencari susu formula. Pagi itu, ya pagi itu, saya mengikhlaskan diri untuk membeli susu formula. Tapi cerita tidak berhenti sampai di sana.


Sepanjang perjalanan, di mobil, saya telpon ke bidan kenalan, sms kakak ipar yang berpengalaman, bertanya bagaimana caranya membuat ASI keluar. Mereka memberi banyak saran, termasuk merekomendasikan suplemen pelancar ASI. Dari saran bu bidan, saya diminta banyak makan kacang tanah. Bisa memperbanyak ASI dan membuatnya kental (tidak bening). Selain itu, saya juga disuruh minum susu Peptisol. Sementara kakak ipar saya merekomendasikan Molocco sebagai ASI booster. Karena saya sendiri sudah  mendapatkan suplemen dari rumah sakit yaitu Asifit, saya tidak membeli suplemen lainnya. Tapi kami tetap mampir ke apotik dan membeli Peptisol, susu yang katanya bisa menambah produksi ASI. Setlah itu kami ke minimarket, membeli susu formula untun Raihan. Kami, tentu saja menginginkan semua yang terbaik untuk anak. Saya tanya kakak ipar, susu formula apa yang bagus, dan saya membeli seperti yang  direkomendasikannya. Alhamdulillah..saya lega pagi itu.

Tapi apa yang terjadi kemudian? Saya ternyata belum bisa menerima kalau ASI saya belum keluar dan Raihan harus minum sufor. Setiap saat dia menangis, saya tetap menyusuinya. Tapi saat tangisannya tak kunjung henti, saya serahkan dia ke Ibu, suami, atau ibu mertua. Mereka yang memberikan susu kepadanya. Setiap saat dia diberikan susu dengan menggunakan sendok, saya menyibukkan diri. Entah pergi kemana. Jangankan untuk menyuapinya sufor, melihatnya minum sufor saja saya tidak mau. Setiap kali suami menyerahkan sendok dan gelas berisi sufor, saya menolaknya keras-keras.

Puncaknya, saya merasa sedih, bersalah, marah ke diri sendiri. Saat Raihan menangis, dan disuapi sufor, saya ikut menangis. Sore itu, saya  dimarahi semua orang. Ibu saya, dan juga ibu mertua. Beragam nasihat mereka keluarkan. Saya hanya menangis di atas tempat tidur. Akhirnya mereka marah. Marah karena saya bandel, tidak mau dinasehati. "Nanti kalau kamu nangis terus, malah ASInya jadi nggak keluar!" kira-kira begitulh intinya. Suami hanya memeluk, bilang agar saya ikhlas. Stop menangis. Nggak apa-apa Raihan minum susu formula dulu, nanti kalau ASInya keluar, susu formula itu tak akan disentuh lagi. Sore itu mata saya bengkak. Sore itu Raihan menangis, dan saya diam  saja di dalam kamar, dalam hati berkata, "Biar Raihan mau dikasih minum  susu formula saja!" tapi suami menegur dan saya pun bangkit. Kasihan  sekali Raihan.

Malamnya, saya coba berkompromi dengan suami. Saya bilang, tidak perlu  kita beri Raihan susu formula. Untuk bayi seumurannya yang hanya  beberapa hari, tidak butuh minum banyak-banyak karena ukuran lambungnya  masih sangat kecil. Tapi yang terjadi, suami malah memarahi saya. Dia membentak saya dan bilang, " Mau Raihan kelaparann??!! Nda mau, anak  ayah kenapa-kenapa???" setelah itu dia pergi meninggalkan saya di kamar  depan sendirian (karena sedang flu, saya tidak tidur di kamar dengan  Raihan. Raihan tidur dengan ayahnya dan ibu mertua). Malam itu saya  menangis lagi.

Saya merasa begitu tertekan. Dalam kondisi itu, saya mencoba berpikiran positif, menenangkan diri. Saya takut, ASI semakin tidak keluar. Saya sungguh takut. Sempat saya curhat dengan beberapa orang saat itu, sekedar meringankan beban pikiran *terima kasih yang sudah mau mendengarkan keluh kesah waktu itu :)

Pada akhirnya, Raihan bebas dari susu formula. Saya lupa, berapa hari dia sempat mencicipi susu formula. Mungkin, sekitar 4-5 hari. Tapi  itupun tidak sampai 50ml. Dia minum hanya sekali waktu, saat tangisannya tidak cukup dihentikan dengan ASI. Setelah itu, sampai saat ini, Raihan full ASI.

***

Alhamdulillah, walaupun pada awal-awal kelahiran Raihan, ASI sempat tidak keluar, tapi semakin lama, produksi  ASI saya semakin meningkat. Supply berbanding lurus dengan demand. Yup, its really true! Makanya saya sangat bersyukur, sampai usianya yang 3 bulan lebih ini masih bisa memberi Raihan ASI. Sedih rasanya kalau membaca cerita para ibu yang tidak bisa memberi anak-anaknya ASI, padahal mereka pengen! Tapi, masing masing anak punya jatahnya masing-masing. Sebagai Bunda, saya hanya perantara. ASI adalah makanan yang dititipkan Allah pada saya untuk diberikan kepada Raihan. Setiap waktu, saya berdoa, semoga saya diberikan ASI yang cukup. Cukup untuk menyusui  Raihan sampai usianya 2 tahun nanti. Semoga ya Allah.. Aamiin...

Rabu, 06 Juni 2012

Balada tiga ibu di suatu senja


Ibu pertama
Pulang, mendapati anak laki-lakinya sudah tertidur pulas.
"Hari ini biasaaa, nggak mau tidur siang. Maeen mulu. Itu tidur dari jam lima tadi," kata pengasuhnya

Ibu kedua, sore yang sama,

dan status BBM "My sleeping boy"

Ibu ketiga, keesokan harinya
"Kemaren pas gw pulang Zahra udah tidur Ndi"


-konsekuensi-


^___^

Selasa, 05 Juni 2012

Gosip di tempat baru


"Eh, kamu mau denger gosip yang serem itu nggak Ndi?"

"Gimana, gimana, mbak?"

"Katanya emang di lantai 3 itu ada sesuatunya. Masa ya, kemaren, orang bagian X, kan turun tuh dari lantai atas. Eh, pas di lantai 3 liftnya berhenti. Dikiranya ada orang kali ya. Trus dia nengok keluar, ke arah kiri lift. Yang tulisan EXIT itu"


Saya mengangguk

"Trus, di sana ada mbak-mbak baju putih dadah-dadah. Emang si, katanya tukang bangunan yang renov gedung ini, di lantai 3 emang ada mbaknya itu, suka kayak gitu. Hiiyy. Untung gw waktu itu pulang malem belom tau itu. Jam setengah sembilan turun sendirian. Ehh, udah nyampe rumah, baru deh baca bbm nya anak-anak"


"Eh mbak. Entar kalo liftnya berhenti kita cobaa longok keluar aja."

"Ihh, ogah. Tapi itu kalo lift turun aja deh kayaknya"

"Huum..."


***

"Liftnya emang udah tua gini," kata Mas Budi OB. Saya dan dia sedang turun dari lantai 8 saat lift itu berhenti di lantai 3. Mas Budi memencet-mencet tombol lift, tapi pintunya ragu-ragu mau menutup.


"Emang gitu ya Mas?" tanya saya saat melihat pintu lift menutup lalu membuka lagi menutup lalu membuka lagi.

"Iya"

Saya memang tidak jadi melongokkan kepala seperti yang sebelumnya saya usulkan ke si mbak pembawa berita, tapi saya yakin: LIFTNYA MEMANG SUDAH TUA! dan makhluk gaib itu memang ada


#piss ah :D