Senin, 26 Juli 2010

Karena perasaan wanita itu sangat sensitif....

Temanku mengetuk pintu itu dengan hati-hati, liriiihh. Hening. Tidak ada jawaban.

“Coba buka pintunya lagi, siapa tau nggak dikunci,” kataku

Dia mendorong pintu kaca itu, lalu menggeleng-geleng. Tetap tidak bergeming. Ruangan di dalamnya pun terdengar senyap.

“ Kita coba pencet bel lagi deh,”

Aku sudah jenuh menunggu di ruangan luas, sepi, dan beraura seperti rumah sakit ini. hanya untuk meminta surat keterangan dokter. Kami akhirnya memencet bel yang digantung di depan kaca berlubang bertuliskan: LOKET untuk kedua kalinya. Beberapa saat kemudian, muncul petugas berseragam putih.

“ Maaf Bu, kami mau minta surat keterangan dokter,”

“Itu ketok-ketok aja pintu dokter ini,” kata petugas itu. Lalu tanpa memberikan keterangan lebih lanjut dia langsung masuk ke dalam ruangan lagi. Kami hanya berpandang-pandangan. Memang mungkin harus lebih keras lagi usahanya.

Temanku mengetuk pintu itu sekali lagi. Lebih keras. Lagi dan lagi. Aku hanya memperhatikan sambil beradu pandang dengannya. Lama kemudian, muncul seorang ibu bermukena di depan pintu. Dan belum sempat kami bernapas lega.

“ Ada apa ketok-ketok?”

“ Kami mau minta surat keterangan sehat Bu,” jawabku dan temanku

“ Kalian itu ganggu orang lagi sholat. Dari tadi ketok-ketok, berulang-kali, saya ini lagi sholat.”
Aku dan temanku hanya tertegun.

“ Lain kali, kalau mau ketemu, minta tolong petugasnya. Kan ada tuh petugas. Minta diliat dulu, dokternya lagi apa? Jangan kayak gini, ketok-ketok pintu dari tadi. Saya yang lagi sholat jadi terganggu.”

Aku dan temanku terlalu shock. Kami hanya mampu berucap, “maaf” dan “iya, Bu” berkali-kali.

“ Lagian di sini kan ada dokter lain. Itu, di sebelah ada dokter. Di sebelahnya lagi ada. Nggak harus ke saya. Sholat saya jadi keganggu dari tadi,”

Aku dan temanku masih meminta maaf. Setelah “menasehati” kami, dokter itu menutup pintu dan meninggalkan kami termangu di sana. Kami kesal? Iya. Sakit hati? Mungkin. Entahlah. Mungkin kami memang salah karena telah mengganggu dokter itu, tapi mana kami tau?? Kami hanya disuruh untuk ‘mengetuk pintu’.

Aku dan temanku lantas beranjak dari depan pintu kaca itu. Ingin menangis rasanya. Dimarahi orang tidak dikenal di saat tidak siap dan karena alasan yang sepertinya tidak tepat. Tidak terima.


***


Tetapi setelah beberapa hari kemudian, saya coba untuk berpositif thinking atas apa yang telah berlalu. Mungkin saja ibu itu sedang banyak pikrian. Mungkin beliau sedang kelelahan sehingga tanpa sadar melakukan tindakan kurang menyenangkan. Atau mungkin, beliau sedang badmood.

Saya ingin berbicara mengenai etika kerja, tapi saya sendiri tidak punya ilmu tentang itu. Saya pikir, kita harus bertindak professional dalam melakukan pekerjaan apapun itu. Bekerja dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab, tidak mementingkan kepentingan sendiri, tidak terbawa perasaan dan tetap berusaha dengan sebaik mungkin bagaimanapun buruknya kondisi hati dan pikiran kita kala itu.

Saya tau, saya sendiri pun masih terus belajar untuk hal ini. Amat sulit memang menjadi seseorang yang tangguh, yang dapat membagi mana urusan pribadi dan mana urusan kantor.

Suasana hati jujur sangat mempengaruhi aktivitas saya. Suasana hati yang buruk membuat saya malas dan enggan bekerja. Dan parahnya lagi, saya  kehilangan konsentrasi, sehingga cukup sering saya ditegur hanya karena hal-hal sepele yang luput dari perhatian.

Mungkin tidak begitu terasa dampaknya kalau hanya saya yang sedang badmood. Tapi, bisa jadi lebih besar lagi efeknya kalau yang badmood adalah atasan di kantor-beliau  yang mempunyai anak buah. Saya telah melihatnya. Bagaimana ketika seorang atasan sedang dalam kondisi yang tidak bagus, lantas berpengaruh pada perlakuannya terhadap anak buah. Sensitive sekali. dan itu menurun ke level-level di bawahnya. Seperti pyramid effect. Dan hasil akhirnya, kualitas kerja para pegawai pun menurun.

Back to the topic *topicnya ini sebenarnya tentang kejadian saya dimarahmarahi itu, hehehehe…

Akhirnya, dengan ikhlas saya katakan sekarang kalau saya sudah tidak sakit hati lagi. Sudah ikhlas dan memaafkan hal yang mungkin tidak sengaja dokter itu lakukan pada kami.. Ini juga jadi pelajaran berharga bagi saya. Agar saya harus senantiasa menjaga tingkah laku saya, dimana pun saya berada. Karena ternyata diperlakukan tidak baik itu sungguh tidak enak rasanya. Saya tidak ingin orang lain tersakiti hatinya karena apa yang saya lakukan.




9 komentar:

  1. Sabar sabar sabar, saya pun mendapat pelajaran dr postingan mb Andiah ini bahwa dimanapun dan dalam kondisi yg bagaimanapun kita harus bersabar:-)

    BalasHapus
  2. Karena wanita ingin dimengerti...
    /adaband/

    BalasHapus
  3. harus pintar2 menempatkan diri andiah...

    BalasHapus
  4. Jika perbuatan yg menyakiti kita, mampu membuat kita mengenali banyak hikmah, maka itu jalan ilmu yg ditunjukkan oleh Allah swt. Alhamdulillah...

    BalasHapus
  5. sering tuh..
    hehe..
    kita kan memang diciptakan dengan 'kelebihan', yaitu perasaan yang halus =P

    BalasHapus
  6. perasaan itu spt obat...klo dosisnya tepat baik utk tubuh...tp klo kelebihan...berubah jadi narkotika, candu hidup.C#

    BalasHapus