Rabu, 06 Oktober 2010

GREAT decision, GREAT thinking



Hal pertama yang sangat ingin saya lakukan di kantor pagi ini adalah menulis. Oleh karena itu, setiba di meja, dan setelah menyelesaikan sisa pekerjaan kemarin sore-sementara orang-orang baru mulai berdatangan ke kantor-saya segera duduk manis di depan komputer.

Berawal dari pertanyaan suami tadi malam: “Kita, sampai kapan ya tinggal di Jakarta?”

Saya hanya menoleh dan menampilkan wajah ingin tau. Dia kembali berbicara, Kamu nggak bisa pindah ya?”

“Bisa. Tapi, nggak tau deh,” kata saya penuh ketidakyakinan. “Mungkin, sepuluh tahun lagi?” saya berkata lagi sambil menoleh ke arahnya.

“Bosen. Jakarta macet banget,” katanya sambil menghembuskan napas. Dan perbincangan kami mengenai Jakarta pun berakhir.

Ternyata, tadi pagi sebelum berangkat ke kantor, suami saya melanjutkan pembicaraan mengenai hal itu lagi.

“ Kemarin itu, dapat tawaran buat pindah ke Semarang,” katanya.
“ Oooh… terus?” tanya saya.
“ Sebenernya, kalau di swasta, tawaran pindah ke daerah itu kesempatan emas.”
Suami saya memang bukan PNS. Dia pegawai salah satu bank swasta dan bekerja di kantor pusat.
“ Itu kesempatan untuk masuk ke level manajerial.”
Dulu, sebelum menikah, suami saya pernah mendapat tawaran untuk pindah ke Bogor. Tapi dia menolaknya karena rencana pernikahan itu. Dan kemarin, dia mendapat tawaran lagi. Pindah ke Semarang. Saya hanya diam. Sungguhpun, saya tidak berniat menghalang-halangi kalau dia ingin mengejar karirnya.

“ Tapi ini yang terbaik dari Allah ya?” katanya. “Lagian, aku kan masih kuliah. Sayang, masak ditinggal begitu aja. Trus, kalau kamu nanti ditinggal, bisa-bisa nangis terus.” Saya hanya memonyongkan bibir.

“ Mungkin, nanti bisa dipertimbangkan lagi ya, kalau udah selesai kuliahnya?” katanya lagi.

“ Iya,” jawab saya sambil tersenyum.

Suami saya, insya Allah, kalau lancar dan tidak ada halangan, lulus pertengahan tahun depan. Mau tidak mau, saya berpikir. Andai dia memang berniat pindah, lantas apa yang akan saya lakukan?

Pertama, saya bisa keluar (???) dari PNS-yang mungkin baru saja saya dapatkan SKnya pada saat itu-dan mengikutinya pindah. Mungkin saya bisa melanjutkan kuliah saya sementara dia bekerja. Lalu setelah lulus, saya bisa melamar pekerjaan lagi di suatu tempat entah dimana. Tapi, hei? Tidakkah saya sayang? Saya keluar dari pekerjaan  ini begitu saja, sementara beribu-ribu orang berlomba-lomba mendapatkan apa yang saya dapat sekarang?

Atau, yang kedua, saya tetap tinggal di Jakarta, sementara suami tinggal di daerah. Long Distance Marriage?? Saya miris membayangkannya. Ditinggal pergi ke Jogja (mulai hari ini) selama lima hari saja membuat saya hampir mewek tadi pagi (lebay yah??). Apalagi hubungan jarak jauh?

Opsi yang ketiga adalah pindah instansi. Dan ini yang paling menenangkan di antara semua pilihan sebelumnya. Tapi, bisakah? Dan kalaupun bisa, tidakkah memakan waktu yang lama dengan prosedur yang berbelit-belit??

Dan entah kenapa, walaupun itu hanya perbincangan sekilas sebelum memulai aktivitas, saya terus-menerus memikirkannya. Bagaimana kalau benar-benar pindah? Pasti akan jadi hal yang sangat mengharukan kalau tiba saatnya saya berpisah dengan teman-teman kantor. Ah, saya benci perpisahan. Apalagi saya mulai mencintai tempat ini.

Setidaknya, saya masih punya cukup waktu untuk memikirkannya lagi. Dan semoga, kalau saat itu benar-benar datang, saya bisa memberikan keputusan terbaik.



*gambar dari sini

28 komentar:

  1. kalo PNS biasanya nunggu 5 tahun dulu kan baru bisa pindah?

    BalasHapus
  2. saya bilang 10 tahun itu karena kontrak penempatan saya 10 tahun mbak, hehe

    sejujurnya, kalo untuk prosedur dan tata cara pindah, saya nggak tau
    dan lagi, instansi tempat saya bekerja ini hanya ada di Jakarta, tidak punya kantor vertikal di daerah

    BalasHapus
  3. uhuk...lama amaat...tapi kalo di kontraknya di jakarta masih lebih mending ketimbang di daerah terpencil. hehehe
    kamu di kementerian keuangan bukan?

    BalasHapus
  4. memang
    kontraknya tambah lama lagi kalo melanjutkan kuliah di kedinasan, atau ambil beasiswa

    Iya, kemenkeu
    sudah sangat bersyukur sekali ditempatkan di Jakarta. di pusat dan tidak begitu jauh dari kampung halaman :)

    BalasHapus
  5. Long Distance juga bisa dijadiin opsi kok, tante An... Aku dan suami juga begitu karena keadaan meminta begitu, hahaha... *cari sekutu

    BalasHapus
  6. :((
    gimana rasanya?

    Aku salut sekali dengan mereka yang menjalani LDL
    dan teman2 juga banyak yang seperti itu
    Will it be my story???

    BalasHapus
  7. aku ikut dua kali ga lulus-lulus...hehehe
    temenku juga ada yang kerja di situ. namanya Dadang Nor Fitri..kenal ga mba?

    BalasHapus
  8. nabung setahun..trus menebus diri...buka usaha di tempat kerja suami.C#

    BalasHapus
  9. :)
    Wah, nggak tau tuh mbak
    Lagian, di instansi apa, bagian apa..sekantor saja saya nggak hapal semua :D

    BalasHapus
  10. hihihi...dia bagian apa ya? kekayaan negara bukan ya?kurang tau juga...hehe

    BalasHapus
  11. kalo Ditjen kekayaan negara gedungnya deket sama gedung kantorku mbak
    heheheh
    tapi pegawainya banyaaaaakt :D

    BalasHapus
  12. kalo Ditjen kekayaan negara gedungnya deket sama gedung kantorku mbak
    heheheh
    tapi pegawainya banyaaaaak :D

    BalasHapus
  13. Uhm... Intinya, pas udah dijalani, ya gak apa2... :)

    BalasHapus
  14. hehehee..
    pastinya
    buktinya, mbak sekarang ini :D

    BalasHapus
  15. Kalaupun alih tugas, belum tentu juga dibolehkan ikut ke mana suami pergi lho An, apalagi jelas-jelas suami bukan PNS.....

    BalasHapus
  16. pindah instansi, trus milih tempatnya gitu ga bisa ya mbak?
    misal, mengajukan pindah ke instansi X yang berkantor di kota A
    ga bisa?

    BalasHapus
  17. ya kalo saya terancam selamanya di Jakarta. Kecuali, kalo ibu kota dipindahkan ke Kalimantan, gitu... *ngarep*

    BalasHapus
  18. ^^
    ya, mau bagaimana lagi??
    hihihii...

    saya sedang belajar mencintai kota ini Kak :D

    BalasHapus
  19. Nah, itu yang perlu proses lagi, An..., kalaupun bisa.

    Trus apa iya suami Andiah bakal di situ terus? Bisa aja promosi lagi, kan?

    BalasHapus
  20. kalo swasta kan fleksibel, boleh memilih mau atau tidak

    udah ah, maunya yang netep2 aja *maksa*
    hidup tenang di desaaa.... (>,<)

    BalasHapus
  21. semoga Andiah dan Suami diberi kesabaran dan dilapangkan hatinya,
    untuk menjalani skenario Allah yang manapun... Semangat!!!

    BalasHapus
  22. Nah, itu rencana jangka panjang yang perlu dipikirkan juga, An....
    Rencana masa depan gimana, mau homebase di mana? Kemungkinan kan bakalan mau nggak mau jauhan juga kalau promosi suami makin 'mengharuskannya' (biarpun fleksibel, rasanya tiap orang punya target kan ya) pindah sementara anak-anak masihs ekolah.
    Semoga dimudahkan ya...

    BalasHapus
  23. LDL = Jauh di mata, dekat di hati, boros di pulsa

    :D

    BalasHapus
  24. aamiin...ya robbal'alamin

    masih baru pembicaraan sekilas, tapi udah kepikiran aja :)

    BalasHapus
  25. hahaha
    ini nih, yang berpengalaman ;)

    BalasHapus