Selasa, 18 September 2012

Giveaway: Cotton On Slap It Watch

Udah tau blog keren satu ini kan? http://armantjandrawidjaja.wordpress.com
Siapa sih yang nggak tau Si Koko-yang punya anak lucu bin imut: Andrew sama Emma- ini
Ada Giveaway menarik di sana. Hadiahnya juga menarik!
Cuma sampe siang ini aja looh
Ayo buruan ikutan ^___^

klik aja di sini

Rabu, 05 September 2012

Dulu sih ngefans setengah mati ke Daniel Radcliffe...




Sampe bikin semacam kliping di buku. Isinya semua artikel tentang Harry Potter yang diambil dari majalah dan tabloid.

Tapi sekarang?
Hmmm....

*ternyata udah lama banget sejak mereka keluar di film pertama kali ya.. :D

Minggu, 12 Agustus 2012

Raihan, Korean Style


Ceritanya besok mudik mau pake ini, biar ga keberisikan di kereta :D

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 08 Agustus 2012

Waspada penipuan

Mohon berhati2 terhadap orang asing yang baru ditemui..
Modusnya, minta
ditunjukin jalan, disuruh ikut mobilnya, diajak muter2, trus ujung2 nya bilang kalo
dia lagi lagi butuh uang
Dompetnya ketinggalan dan minjem uang deh..
Sekali lagi
waspada ya, pelakunya mengincar siapa saja..

Diceritain temen kalau kemarin sore, temen satu kosannya baru saja kena penipuan (sebut saja dia dengan mbak X)
Ceritanya, mbak X ini ketemu seseorang di kantor. Catet ya, ketemunya di kantor.

Cewek, ngakunya dokter yang baru pulang dari RSPAD (kantor kami deket RSPAD)
Habis itu, mbak X ditawarin pulang bareng naik mobilnya (ga tau detailnya. entah diajakin pulang bareng, atau minta ditunjukin jalan)
Di dalam perjalanan, tu mobil muter-muter entah kemana sampe mbaknya bingung

Sembari si cewek cerita-cerita, entah cerita apa, yang bikin simpati mbak X
Trus, cewek ini minjem uang karena katanya dompetnya ketinggalan. Diantarlah mbak X ke ATM
Di situ mbak X ngambil uang 2 juta. Habis itu, uangnya dipinjem

Si cewek ngasih nomer HPnya ke mbak X sembari bilang kalau nanti mau ngembaliin uang yang dipinjamnya langsung ke rekening mbak X (mbak X ngasih nomer rekening juga)
Trus, diantarlah pulang ke kosan

Jadi, mbak X ini pulangnya jam setengah lima, tapi nyampe kosan baru pas isya

padahal, kalau normalnya si kurang lebih setengah jam perjalanan ke kosan (apalagi kalo pake mobil harusnya lebih cepet nyampenya)
Kata temen-temennya, pas nyampe si mbak ini mukanya pucet
Trus, dia belum sadar kalau habis ditipu. Masih percaya kalau uang yang dipinjem nanti bakal dibalikin

Pas dia dan temen-temennya ngecek nomer hp si cewek, ternyata nomernya ga bisa dihubungi

Wallahu a'lam si ya..apa beneran tu cewek pinjem, trus nantinya dibalikin, nggak ada yang tau juga
tapi tetep aja sereeemm...


So, hati-hati ya teman
Waspadalah, waspadalah!


Minggu, 05 Agustus 2012

Story on the weekend (Ayah's time)



12 jam dalam sehari dan 5 hari dalam seminggu, adalah waktu yang harus dihabiskan di luar rumah, meninggalkan anak tercinta di rumah, demi sebuah kata: tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai working mother. Itulah yang membuat saya tidak bisa setiap hari menemani si kecil bermain. Dan hal itu membuat saat-saat weekend menjadi saat yang paling dinantikan.


Tentu saja ini berlaku juga untuk suami. Apalagi waktu kerjanya lebih lama dibandingkan saya. Tak jarang, saat dia pulang, Raihan sudah tertidur lelap. Oleh karena itu, baik saya maupun suami tanpa perlu musyawarah mufakat pun sama-sama menyepakati kalau hari libur adalah hari untuk keluarga. Sebagian besar waktu senggang kami habiskan di rumah. Sebagian besar tak ada agenda khusus, kecuali hanya untuk tidur-tiduran dan bermain bersama. Dulu saya selalu menyayangkan waktu yang terbuang percuma saat weekend. Tapi sekarang, tak ada waktu yang terbuang percuma. Bermain bersama, tidur berguling-guling bertiga, tidur siang bersama, adalah saat-saat yang sangat berharga dan menyenangkan.


Weekend kemarin, ART kami beri waktu khusus untuk berbelanja keperluan lebaran. Weekend biasa pun sebenarnya ART hanya setengah hari saja di rumah karena saat weekend saya dan suamilah yang pegang Raihan. Jadi pagi itu, kami bertiga saja di rumah.


Kadang, dalam beberapa hal mengenai pengasuhan anak, saya berpikir suami saya lebih baik dibandingkan saya. Dia lebih atraktif, lebih menyenangkan, lebih banyak permainan. Mungkin karakteristik para ayah ya. Raihan juga lebih banyak tertawa kalau sudah bermain dengan ayahnya. Dan pagi itu, saya biarkan suami yang mengurus Raihan.


Seperti ini kegiatan kami pagi itu. Saya menyiapkan air mandi, sementara suami melucuti pakaian Raihan. Suami memandikan Raihan, sementara saya asik mengambil gambar. Setelah itu, suami jugalah yang menghanduki Raihan. Tak lupa dipakaikan minyak telon supaya hangat. Setelah itu, dia asik memijiti Raihan. Dan sebagai penutupnya, diapun memakaikan pakaian dengan rapi.


Sering suami bilang ke saya, ”Ayah cuma satu kalahnya dari Nda. Nggak bisa nyusuin!” Sepertinya pernyataan itu benar. Sebagai bunda, saya acungi jempol untuk suami saya. Saya akui, dia nyaris bisa mengalahkan saya, kecuali dalam hal menyusui. Tapi dia lupa. Ada satu hal lagi yang sampai sekarang tidak bisa dia lakukan: membersihkan pup Raihan! Sampai kapanpun, saya yakin, dia tidak bisa mengalahkan saya :D

Kamis, 19 Juli 2012

Hari pertama puasa (bagi warga Muhammadiyah)




Susaaaahhh banget nyari sarapan!
Gerombolan kaki lima yang ini ga buka, yang di sono, pada ga jualan, ke kantin cuma satu warung doang yang buka, dan itu pun udah habisss, ke koperasi rotinya udah abis juga


Emak-emak yang belom mulai puasa kelaperan -___-

Salut buat para pedagang, untuk atensi puasa pertamanya :))

*mari hunting makanan

*oya, berhubung di kantor juga udah ada yang mulai puasa, jadi makannya musti 'hati-hati' yaa..jangan terlalu vulgar :D

Aaahh, indahnya perbedaan :)

Senin, 16 Juli 2012

Beda antara Ayah dan Bunda

Bunda: "Yaaahhh, hati-hati gendong Raihaan.. Raihan masih keciiill"

Ayah: "Nggak papa, Raihan udah kuat kok"


Bunda: "Yaahh.. itu Raihaan. Ati-atii.."

Ayah: "Nggak usah terlalu hati-hati... Raihan udah kuat"



Bunda: "Aduuhh, botolnya kurang bersih nih kayaknya"

Ayah: "Nggak papa.."

Bunda: "Nggak papa, nggak papa!"

Ayah: "Biar anaknya bandel" (bandel: nggak gampang sakit, kuat gitu deh maksud ayahnya)


Bunda: ...

Kamis, 12 Juli 2012

Lingkungan Sadar ASI

Selama tujuh hari kerja kemarin
saya off dari kantor. Ada surat tugas untuk ikut pendidikan dan
pelatihan Microsoft Office tingkat advanced. Sebelum menerima tawaran
diklat tersebut, saya sempat ragu. Bagaimana dengan aktivitas pumping
ASI? Apa nanti bisa pumping kalau saya ikut diklat? Untungnya ada teman
yang bekerja di Pusdiklat tempat saya akan diklat beberapa hari. Saat
saya tanya apakah di kantornya ada ruangan untuk pompa ASI dan dia
bilang ada, saya pun menerima tawaran pelatihan dimaksud. 

Selama
diklat itu, saya bawa cooler bag kemana-mana. Kebetulan lab komputer
ada di lantai paling atas, lantai 8. Sementara ruangan untuk pompa ASI
ada di poliklinik, lantai 1. Sementara itu, salah satu lift dari dua
lift yang ada di gedung itu sedang diperbaiki, sehingga kami hanya bisa
menggunakan satu lift yang ukurannya kecil dan hanya muat beberapa orang
saja. Waktu terbuang hanya untuk antri di depan lift. Karena itu, saya
bawa cooler bag ke kelas supaya bisa pompa ASI dimanapun dan kapanpun
tanpa harus turun ke lantai 1. Kadang, di sela coffee break yang hanya
15 menit, saya sempatkan diri untuk pumping di toilet.

Selama
berada di luar kantor itulah, saya mengalami beberapa kejadian yang
membuat saya sadar kalau di luar sana, semakin banyak orang yang sadar
tentang ASI dan kewajiban ibu memberikan ASI untuk anaknya. 

Yang
pertama, tentu saja saat saya bertanya ke teman laki-laki saya yang
bekerja di pusdiklat itu. Saat dia tahu kalau di kantornya ada ruangan
yang biasa dipakai ibu-ibu untuk menyusui maupun untuk memompa ASI, saya
sempat kagum. Wow, ternyata dia sadar ASI juga. 

Yang
kedua, saat saya pertama kali menyambangi poliklinik, yang notabene
bukan tempat khusus pompa ASI. Ternyata di sana ada kulkas yang
sepertinya memang dipakai hanya untuk menyimpan ASIP. Kenapa saya bisa
bilang seperti itu? Karena kulkasnya kosong dan hanya terisi saat ada
yang menyimpan ASIP. 

Yang
ketiga, bidan yang sangat kooperatif. Membolehkan kami-peserta
diklat-untuk memompa ASI di ruang periksa (bagian dalam poliklinik) dan
menguncinya dari dalam demi kenyamanan para busui.

Pengalaman
lainnya berkaitan dengan orang-orang yang saya temui di sana. Suatu
kali, saat saya sedang menenteng cooler bag, di dalam lift, seorang
bapak bertanya, "Wah, bekalnya apa tuh?" sambil matanya mengarah ke
cooler bag merah yang saya jinjing. Tiba-tiba bapak lainnya di dalam
lift yang menjawab, " Itu bukan bekal makanan. Itu ASI. Ibu-ibu jaman
sekarang banyak yang bawa-bawa gituan." Saya hanya tersenyum lebar
mendengarnya. Atau suatu saat, saya akan pompa ASI, tapi kebingungan
karena bu bidan sedang tidak ada di tempat. Seorang satpam menghampiri
saya dan bilang, "Masuk aja mbak, nggak papa. Dikunci aja, kuncinya ada
di pintu kok," lagi-lagi saya tersenyum lebar. Lain waktu saya sedang
'sibuk' di toilet dengan apron yang menutupi badan. Saat orang-orang
masuk, mereka bertanya berapa bulan bayi saya :D

Oya,
selama berada di sana, saya mendapatkan teman baru. Peserta diklat
kelas lain, yang juga sedang menyusui anaknya. Sering kami pumping
bersama dan ngobrol ngalor-ngidul. Menyenangkan. Sama-sama bukan pegawai
kantor yang bersangkutan dan sama-sama busui. Sebenarnya ada juga
pegawai kantor tersebut yang juga busui. Tapi kami tidak pernah bertemu
di poliklinik. Hanya botol berisi ASIPnya saja yang terlihat di dalam
kulkas :D

Pelajaran yang saya dapat dari pengalaman
pumping di luar kantor itu adalah, masyarakat sekarang sudah semakin
sadar ASI. Dan itu jelas memudahkan langkah kita para pejuang ASI.
Semoga ke depannya lebih baik lagi ya. Saya berharap, semakin banyak
tempat-tempat umum yang memfasilitasi kegiatan para ibu menyusui :D


Kamis, 28 Juni 2012

Tengkurep




Raihan hari ini berusia 4 bulan 3 hari. Dan hari kemarin menjadi catatan tersendiri, karena.....Raihan udah bisa tengkurep sendiri. Dan itu dilakukannya bolak-balik, berkali-kali. Bahkan, setiap kali bangun tidur dia langsung tengkurep. Orang rumah jadi harus lebih peka nih. Soalnya semalam Raihan juga beberapa kali tengkurep pas bobok. Tapi biasanya dia langsung bangun kalo gitu.

Oya, Raihan juga sekarang udah tambah pinter. Makin tahu banyak hal..dan akibatnya, makin cerewet. Hehehee.. Nggak papa Nak, yang penting sehat selalu ya :-*


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 20 Juni 2012

Selasa, 19 Juni 2012

(Capturing moments) Laki-laki sejati




Raihan: "Yah, laki-laki sejati itu seperti apa?"

Ayah: "Laki-laki sejati itu, sayang ayah sama bunda, rajin sholat dan ngaji, sama nggak merokok''

Raihan: "Aihan mau jadi laki-laki sejati Yah.. Bisa nggak ya?"

Ayah: "Kamu pasti bisa Nak.."

Raihan: "Doain Aihan ya Yah.."

Ayah: "Pasti"

Rabu, 13 Juni 2012

Utang

Suatu hari, dalam percakapan antara saya, suami, dan pegawai bank


Suami: Nanti kalau saya meninggal gimana mas?

Pegawai bank: Nanti dianggep lunas Pak. Utang Bapak dihapus, termasuk jika ada tunggakan

Suami: Syukur deh. Kan nggak enak, mati bawa utang gede

Saya: "Ya Allah, semoga suamiku diberikan umur panjang dan kami bisa melunasi utang-utang kami.."

Aamiin

Selasa, 12 Juni 2012

Perjanjian besar

13 Juni 2012

Ternyata selain akad nikah, ada perjanjian besar lain yang kami lakukan

Dengan tanggung jawab yang besar juga

Bismillah...semoga bisa menuntaskannya dengan baik :))

Senin, 11 Juni 2012

Seandainya

Tahun lalu, menjelang Ramadhan, ada wacana kalau suami akan/ingin (?) pindah kerja ke tempat baru. Waktu itu, kantor saya masih di depan Lapangan Banteng. Sementara (mantan) calon kantor suami, ada di depan jalan Senen Raya. Masih deket dengan Lapangan Banteng laah, sekitar 1 kiloan. Waktu itu juga, kantor saya sedang dalam wacana akan pindah. Dan kalau kami berdua jadi pindah, kantor kami berdua akan bersebelahan! Indahnyaaa, membayangkan akan bertetangga gedung dengan suami.

Satu tahun berlalu

Suami tidak jadi pindah. Dan Alhamdulillah, keputusannya saat itu terasa benar beberapa bulan kemudian. Rejeki tidak kemana. 


Saya?

Gedung kantor jadi pindah. Tepat di sebelah (mantan) calon gedung suami. Sering saya bilang ke suami, 

"Coba Ayah dulu jadi pindah. Kantor kita sebelahan"

"Nda bisa liat lobby gedung itu lho Yaah.. Kalo Ayah dulu jadi kesana, nanti Nda bilang: Hayoo, lagi ngapain tuh di depan??"

atau

"Nanti kita bisa makan siang bareng"

"Nanti kalo sore Nda telpon Ayah: "Yahh, pulang yuuk. Nda udah di lobby gedung ayah nih!"


Lalu jawaban suami pasti

"Untung Ayah dulu nggak jadi pindah"


Hahahaa..


mantan calon gedung suami, dilihat dari ruangan kantor

Minggu, 10 Juni 2012

Perjuangan ASI kami (part I)



Dulu waktu awal kelahiran Raihan, sempat saya frustasi, stress karena ASI tidak kunjung keluar. Malam pertama Raihan di rumah (rumah eyangnya), dia menangis tiada henti. Sepanjang malam. Saat itu, saya masih dalam kondisi pemulihan sehabis melahirkan. Sementara ayahnya, terkapar nyaris tidak berkutik di tempat tidur, di kamar saya di rumah, kelelahan pasca mendampingi saya bersalin, dilanjut dengan kesibukan hari pertama menjadi ayah baru, dan kesibukan menerima banyak tamu di rumah sakit.

Karena ayah Raihan sakit, ibu meminta saya dan Raihan tidur di kamarnya saja. Akhirnya kami tidur bersama ibu. Malam itu Raihan menangis tiada henti. Ibu dan Eyang, yang kebetulan malam itu menginap (bapak dan ibu mertua juga ada, tapi mereka menginap di rumah saudaranya yang satu kampung dengan saya), bilang kalau dia haus. Raihan haus karena ASI saya tidak keluar. Down rasanya saat itu. Apalagi saya lelah. Saya ingin tidur. Sejaaamm saja. Tapi Raihan benar-benar menangis tiada henti. Ibu menyarankan, coba dikasih air putih. Saya jelas menolak. Bayiku..kasihan sekali dia harus minum air putih. Saya memang tidak menyediakan susu formula karena tidak ingin memberinya selain ASI.

Setelah bermacam usaha tidak juga membuat Raihan berhenti menangis, saya pasrah, Ibu dan Eyang pun akhirnya memberinya sendok berisi air putih.  Setiap kali air itu disendokkan ke mulut mungilnya, dia diam. Mengecap-ngecap. "Tuh liat, Raihan haus. Kasihan sekali..." kata Ibu. Saya tak kuasa melihatnya. Raihanku, malam kedua kehadirannya, sudah minum air putih. Oohh...

Paginya, saya ngambek ke suami. Ngambek karena dia tidak ada di malam itu. Saya tahu, tidak seharusnya memarahinya. Dia juga sakit dan butuh perhatian. Tapi kelelahan dan kekecewaan malam itu membuat saya frustasi. Pagi itu, berdua dengannya yang mulai baikan, saya keluar mencari susu formula. Pagi itu, ya pagi itu, saya mengikhlaskan diri untuk membeli susu formula. Tapi cerita tidak berhenti sampai di sana.


Sepanjang perjalanan, di mobil, saya telpon ke bidan kenalan, sms kakak ipar yang berpengalaman, bertanya bagaimana caranya membuat ASI keluar. Mereka memberi banyak saran, termasuk merekomendasikan suplemen pelancar ASI. Dari saran bu bidan, saya diminta banyak makan kacang tanah. Bisa memperbanyak ASI dan membuatnya kental (tidak bening). Selain itu, saya juga disuruh minum susu Peptisol. Sementara kakak ipar saya merekomendasikan Molocco sebagai ASI booster. Karena saya sendiri sudah  mendapatkan suplemen dari rumah sakit yaitu Asifit, saya tidak membeli suplemen lainnya. Tapi kami tetap mampir ke apotik dan membeli Peptisol, susu yang katanya bisa menambah produksi ASI. Setlah itu kami ke minimarket, membeli susu formula untun Raihan. Kami, tentu saja menginginkan semua yang terbaik untuk anak. Saya tanya kakak ipar, susu formula apa yang bagus, dan saya membeli seperti yang  direkomendasikannya. Alhamdulillah..saya lega pagi itu.

Tapi apa yang terjadi kemudian? Saya ternyata belum bisa menerima kalau ASI saya belum keluar dan Raihan harus minum sufor. Setiap saat dia menangis, saya tetap menyusuinya. Tapi saat tangisannya tak kunjung henti, saya serahkan dia ke Ibu, suami, atau ibu mertua. Mereka yang memberikan susu kepadanya. Setiap saat dia diberikan susu dengan menggunakan sendok, saya menyibukkan diri. Entah pergi kemana. Jangankan untuk menyuapinya sufor, melihatnya minum sufor saja saya tidak mau. Setiap kali suami menyerahkan sendok dan gelas berisi sufor, saya menolaknya keras-keras.

Puncaknya, saya merasa sedih, bersalah, marah ke diri sendiri. Saat Raihan menangis, dan disuapi sufor, saya ikut menangis. Sore itu, saya  dimarahi semua orang. Ibu saya, dan juga ibu mertua. Beragam nasihat mereka keluarkan. Saya hanya menangis di atas tempat tidur. Akhirnya mereka marah. Marah karena saya bandel, tidak mau dinasehati. "Nanti kalau kamu nangis terus, malah ASInya jadi nggak keluar!" kira-kira begitulh intinya. Suami hanya memeluk, bilang agar saya ikhlas. Stop menangis. Nggak apa-apa Raihan minum susu formula dulu, nanti kalau ASInya keluar, susu formula itu tak akan disentuh lagi. Sore itu mata saya bengkak. Sore itu Raihan menangis, dan saya diam  saja di dalam kamar, dalam hati berkata, "Biar Raihan mau dikasih minum  susu formula saja!" tapi suami menegur dan saya pun bangkit. Kasihan  sekali Raihan.

Malamnya, saya coba berkompromi dengan suami. Saya bilang, tidak perlu  kita beri Raihan susu formula. Untuk bayi seumurannya yang hanya  beberapa hari, tidak butuh minum banyak-banyak karena ukuran lambungnya  masih sangat kecil. Tapi yang terjadi, suami malah memarahi saya. Dia membentak saya dan bilang, " Mau Raihan kelaparann??!! Nda mau, anak  ayah kenapa-kenapa???" setelah itu dia pergi meninggalkan saya di kamar  depan sendirian (karena sedang flu, saya tidak tidur di kamar dengan  Raihan. Raihan tidur dengan ayahnya dan ibu mertua). Malam itu saya  menangis lagi.

Saya merasa begitu tertekan. Dalam kondisi itu, saya mencoba berpikiran positif, menenangkan diri. Saya takut, ASI semakin tidak keluar. Saya sungguh takut. Sempat saya curhat dengan beberapa orang saat itu, sekedar meringankan beban pikiran *terima kasih yang sudah mau mendengarkan keluh kesah waktu itu :)

Pada akhirnya, Raihan bebas dari susu formula. Saya lupa, berapa hari dia sempat mencicipi susu formula. Mungkin, sekitar 4-5 hari. Tapi  itupun tidak sampai 50ml. Dia minum hanya sekali waktu, saat tangisannya tidak cukup dihentikan dengan ASI. Setelah itu, sampai saat ini, Raihan full ASI.

***

Alhamdulillah, walaupun pada awal-awal kelahiran Raihan, ASI sempat tidak keluar, tapi semakin lama, produksi  ASI saya semakin meningkat. Supply berbanding lurus dengan demand. Yup, its really true! Makanya saya sangat bersyukur, sampai usianya yang 3 bulan lebih ini masih bisa memberi Raihan ASI. Sedih rasanya kalau membaca cerita para ibu yang tidak bisa memberi anak-anaknya ASI, padahal mereka pengen! Tapi, masing masing anak punya jatahnya masing-masing. Sebagai Bunda, saya hanya perantara. ASI adalah makanan yang dititipkan Allah pada saya untuk diberikan kepada Raihan. Setiap waktu, saya berdoa, semoga saya diberikan ASI yang cukup. Cukup untuk menyusui  Raihan sampai usianya 2 tahun nanti. Semoga ya Allah.. Aamiin...

Rabu, 06 Juni 2012

Balada tiga ibu di suatu senja


Ibu pertama
Pulang, mendapati anak laki-lakinya sudah tertidur pulas.
"Hari ini biasaaa, nggak mau tidur siang. Maeen mulu. Itu tidur dari jam lima tadi," kata pengasuhnya

Ibu kedua, sore yang sama,

dan status BBM "My sleeping boy"

Ibu ketiga, keesokan harinya
"Kemaren pas gw pulang Zahra udah tidur Ndi"


-konsekuensi-


^___^

Selasa, 05 Juni 2012

Gosip di tempat baru


"Eh, kamu mau denger gosip yang serem itu nggak Ndi?"

"Gimana, gimana, mbak?"

"Katanya emang di lantai 3 itu ada sesuatunya. Masa ya, kemaren, orang bagian X, kan turun tuh dari lantai atas. Eh, pas di lantai 3 liftnya berhenti. Dikiranya ada orang kali ya. Trus dia nengok keluar, ke arah kiri lift. Yang tulisan EXIT itu"


Saya mengangguk

"Trus, di sana ada mbak-mbak baju putih dadah-dadah. Emang si, katanya tukang bangunan yang renov gedung ini, di lantai 3 emang ada mbaknya itu, suka kayak gitu. Hiiyy. Untung gw waktu itu pulang malem belom tau itu. Jam setengah sembilan turun sendirian. Ehh, udah nyampe rumah, baru deh baca bbm nya anak-anak"


"Eh mbak. Entar kalo liftnya berhenti kita cobaa longok keluar aja."

"Ihh, ogah. Tapi itu kalo lift turun aja deh kayaknya"

"Huum..."


***

"Liftnya emang udah tua gini," kata Mas Budi OB. Saya dan dia sedang turun dari lantai 8 saat lift itu berhenti di lantai 3. Mas Budi memencet-mencet tombol lift, tapi pintunya ragu-ragu mau menutup.


"Emang gitu ya Mas?" tanya saya saat melihat pintu lift menutup lalu membuka lagi menutup lalu membuka lagi.

"Iya"

Saya memang tidak jadi melongokkan kepala seperti yang sebelumnya saya usulkan ke si mbak pembawa berita, tapi saya yakin: LIFTNYA MEMANG SUDAH TUA! dan makhluk gaib itu memang ada


#piss ah :D

Rabu, 30 Mei 2012

Re: Raihan, 3m6d




Raihan, 3m6d




Tadi sih udah nulis panjang lebar tentang perkembangan Raihan. Tapiii,
tiba-tiba internetnya matii pass banget pas mau disimpen di draft
email, huuhuhuhuhuu.. Jadi, posting foto-fotonya aja deh. Hiks!

Ini fotonya semalem pas dia lagi mainan di ruang tengah depan tivi.
Dia lagi suka lonjak-lonjak, muter-muter di kasur. Sampai keluar
arena. Sampai perlaknya tersingkir entah kemana :D

*gambar tanpa keterangan soalnya posting via email

Selasa, 29 Mei 2012

Access Denied


Your request was denied because of its content categorization: "Social Networking;Shopping"

For assistance, contact your network support team.



***


Hlaaaa..bagaimana ini nasib per-Empi-anku? ga bisa gaul lagi di kantor??? @_@

Persalinan Raihan part III (tuntas)

Cerita yang sudah lama sekali tersendat. Maafkan.. Bukan karena tidak ada waktu untuk menulis, tapi karena malas. Semakin lama menunda, semakin malas rasanya meneruskan tulisan ini. Tapi, rasanya tidak enak punya hutang kepada teman-teman yang sudah membaca part I dan II dari kisah ini. Jadi, sekarang aku akan melunasinya. Hehehee...

Kisah sebelumnya, buka blogku saja yaa..gabisa ngelink soalnya ngetik dari hp :p


***


Bukaan 8? Aku dan suami berpandang-pandangan.
"Mmm..bukaan 8, Yah.."
"Iya, bentar lagi"
"Kalo gitu nggak jadi sesar deh.."
"Iya, nggak usah aja Nda.."
"Nggak jadi ya Yah?" tanyaku memantapkan diri
"Iya.."
Kamipun memutuskan untuk membatalkan operasi.

Detik demi detik, menit demi menit, aku masih harus menahan sakit sampai bukaan lengkap. Dorongan untuk mengejan datang berkali-kali. Tapi selalu dilarang Bidan. Nanti, kalau sudah lengkap baru boleh, begitu katanya. Sampai akhirnya...

"Bukaannya udah lengkap Mbak, sekarang boleh mengejan.."
Saat itu pukul 3 sore

Suamiku diposisikan untuk berada di belakang kepalaku. Kedua tangannya menyangga kepalaku.
"Nanti, kalau mbaknya mengejan, Bapak angkat kepala mbaknya ya?" Dia mengiyakan.

"Heemmmpphh!!"
Aku memulainya. Tapi belum apa-apa, "Jangan seperti itu mbak, salah!"
"Heemmph!"
"Mengejannya nggak bersuara mbak"
"Matanya jangan ditutup"
"Jangan teriak mbak"
"Pantatnya jangan diangkat"
"Salah mbak, bukan seperti itu"
"Kayak orang mau buang air besar itu lho mbak"
"Ayo mbaaak, teruuss, jangan putus-putus"

Berkali-kali gaya mengejanku salah. Bukan seperti ini, tidak boleh seperti itu.
Dua orang bidan senior yang membantu persalinan menarik napas panjang. Sepertinya susah sekali membimbingku. Aku tidak mengikuti instruksi. Mengejan semauku. Padahal seharusnya saat dorongan terbesar datang, saat itulah aku seharusnya mengejan. Tapi, dorongan itu anehnya tidak datang lagi seperti saat bukaan belum lengkap.

Aku terus-menerus mengejan, kedua bidan terus-menerus membenarkan kesalahanku, sementara suamiku tak henti memberikan semangat. Saat mengejanku sudah benar, napasku habis, aku terengah-engah.

"Ayo mbaaakk, lanjuut!"
Aku tidak sanggup. Napasku pendek-pendek. Bayiku keluar masuk di jalan lahir.

Semakin lama, bidan dan perawat yang mengelilingi kami semakin banyak, mungkin sekitar tujuh sampai sepuluh orang. Saat itu sedang pergantian shift. Mereka ikut gemas melihatku.

"Mbak, ini kalau sampai jam 4 (sore) nggak lahir juga, kita vacum ya?" kata Bidan senior.
Aku hanya mengangguk.

"Ayo Nda, Nda pasti bisa. Ngedennya yang semangat. Jangan sampai dedek divacum.." kata suamiku terus menyemangati.

Lama kelamaan tenagaku habis, dan aku mulai mengantuk.
"Aku ngantuk.." kataku
"Jangan mbak, kasian dedeknya.." kata para bidan.
"Ayo lagi mbak"

Sekali, dua kali, akhirnya.. "Kita vacum aja ya mbak? Kasian dedeknya kelamaan.."
Lagi-lagi, aku dan suamiku menandatangani surat pernyataan, seperti sebelumnya saat aku mengatakan ingin dioperasi. Alat-alat pun disiapkan. Saat itu dokter masuk, mengecek kondisiku.
"Wah, ini harusnya bisa nih, nggak usah divacum.." katanya
"Ayo mbak, coba lagi terus"
Aku saat itu berada di sisa-sisa tenagaku. Kantuk terus menyerang. Saat istirahat dari mengejan, aku sempat tertidur beberapa kali. Sampai akhirnya..

Aku mengejan entah untuk yang keberapa puluh kali. Kukerahkan seluruh tenagaku.
"Kepalanya keluar Nda, ayo teruss.." terdengar suara suamiku.
"Ayo mbaak, teruuuss!!!" suara bidan-bidan yang berkerumun. Kemudian, bidan paling senior yg membantuku sedari awal memasukkan tangannya ke jalan lahir. Dia terlihat menarik sesuatu. Dan sebelum aku sempat menyadarinya, sesosok makhluk keluar dari sana, diangkat oleh sang bidan. Warnanya abu-abu, berselimut lendir, dan terlihat menggelepar-gelepar, suaranya 'khhkhhkkkhhh"

Kata suamiku, bidan terlihat mengeluarkan sesuatu dari tenggorokannya, sebelum suaranya yang tersendat-sendat lemah menjadi nyaring dan membahana.

"Eaaakkk...eakkk...eaaaakkk!!!!!"

Anakku telah lahir ke dunia. 25 Februari 2012, Sabtu sore, pukul 4 kurang 4 menit.


***

Hari ini, 3 bulan 4 hari setelah kelahirannya. Dia sedang tertidur pulas setelah minum susu. Tubuhnya jauh lebih besar dibandingkan saat pertama kali aku melihatnya. Kulitnya sudah bersih, dan kepalanya tidak sepanjang dulu. Sekarang, aku sudah lupa semua sakit dan kesusahan saat melahirkannya. Pun lupa bagaimana aku bisa begitu sengsara di hari-hari pertama setelah kelahirannya. Dan aku hanya tertawa, setiap kali ingat ucapanku tak berapa lama setelah kelahirannya: "Aku kapok melahirkan!" Hahahaa.. Aku bertekad akan memberinya 2 orang adik! Tunggu saja. Hahahaa...

Senin, 21 Mei 2012

Bobok gaya Aihan




Aihan kalau lagi bobok nggak nyenyak-nyenyak banget, matanya setengah terbuka. Kalau udah gitu, suka dikerjain sama ayahnya. Ayahnya suka bertingkah macem-macem di depannya. Jalan bolak-balik, joget-joget, dan Aihan akan mengikuti pergerakannya. Padahal lagi bobok lhoo. Dianya juga nggak bangun. Tapi masiih aja lirak-lirik :D

Aaahh, tuh kan jadi kangenn (>_<)

Selasa, 15 Mei 2012

Breastfeeding (ASI, Yes! Sufor, No!)


Setelah 3 bulan cuti melahirkan, saatnya masuk kantor lagi. Kemarin Senin, akhirnya memantapkan diri juga untuk ngantor lagi, setelah sebelumnya maju-mundur apakah mau menuntaskan cuti full 3 bulan atau mematuhi aturan cuti, masuk 2 bulan sesudah melahirkan (karena Aihan lahirannya maju dari HPL, jadi 2 bulan sesudah itu belum genap 3 bulan *bingung? ya sudahlah). Pikir-pikir, dipikir lagi, akhirnya diputuskan masuk tanggal 14 Mei, 2,5 bulan usia Aihan.

Sejak saat itu dimulailah kesibukan baru:
Pagi-pagi, sehabis subuh menyiapkan peralatan tempur: merebus botol-botol yang akan dibawa ke kantor. Sesudah itu mengeringkannya, dan memasukkannya ke dalam cooler bag. Tak lupa juga membawa ice gel. Karena saya pumping menggunakan tangan, tanpa alat, jadi hanya itu saja yang disiapkan. Sayang sekali sebenarnya Medela elektrik swing yang mahal itu dianggurin saja di rumah. Tapi karena memompa asi dengan pompa elektrik lama-lama sakit, saya pun beralih ke manual, menggunakan pompa paling mahal sedunia: tangan

Sampai di kantor hari pertama, tanpa malu-malu saya langsung menagih kado ke salah seorang sahabat: nursing apron. Jadi selama ini, saya ternyata berhasil 'hidup' tanpa nursing apron yaa, biarpun Aihan sudah pernah beberapa kali jalan keluar :p Tapi jujur, itu tuh pentiiinng banget. Dan giranglah saya pas sang sahabt mengantarnya ke ruangan. Dan saya langsung dapet 2! Katanya: "habis nggak berpengalaman, jadi bingung mau pilih yang mana. Akhirnya beli 2-2nya deh" huwaa.. Makasiihh *kecups. Yang satu merknya Tarafa. Apron yang bentuknya seperti baju, tinggal masukkan saja kepala ke lubang di tengah, dan taraaaa.. Siap menyusui. Yang ini cocok banget buat bepergian. Selain praktis, juga modis lho. penampakannya nggak apron banget, tapi kayak baju kelelawar itu looh. Kalau mau liat modelnya, bisa diliat di sini (numpang ngiklanin asibayi-nya mbak azizrizki, hihihi). Apron yang satunya, hanya menutup bagian depan tubuh. Yang model ini cocok sangaaatt dipake pas pumping. Kalo Tarafa tadi, agak ribet dipake pas lagi pumping. jadi 2-2nya sangat bermanfaat. Pokoknya senang-senaanng

Dan setelah lengkap semua peralatan, beranjaklah kita ke ruangan favorit seantero kantor. Manalagi kalau bukan...toilet! Sebenarnya agak gimanaa gitu ya, pu,ping di toilet. tapi ini memang tempat paling nyaman, mengingat di kantor ini tidak ada mushola terpisah laki-laki perempuan. Kalau mau pumping di ruang rapat, bisa-bisa saja sih. Asal ruang rapatnya dikunci. Tapi jadi ribet nanti kalau ada yang mau pake. Berita bagusnya, tidak lama lagi kami akan pindah ke gedung baru dan di sana ada nursery room. Horeeee...!! *jingkrak-jingkrak, ngebayangin pumping sambil ngobrol seru dengan sesama ibu menyusui

Daan, beginilah beberapa penampakan aktivitas baru yang menyenangkan ini:

peralatan tempur


pojok menyusui. di tembok pojok (yang ada kaktus) ada colokan yang bisa dipakai kalau pumping menggunakan pompa elektrik


Bunda Aihan lagi siap-siap, hihihi


hasilnya

masih banyak yang kosong

Yep, itulah kesibukan baru 3 hari ini. Doakan semoga bisa istiqomah, dan Aihan lulus ASIX yaa semua :))





Jumat, 11 Mei 2012

List kebutuhan bayi baru lahir (berdasarkan pengalaman Bunda Raihan yaa.. ;)

Berhubung ada request daftar kebutuhan bayi baru lahir, saya share di sini aja deh. Ini berdasarkan pengalaman pribadi lho ya. Jadi kalau berbeda dengan moms lain, gapapa ya

Kebutuhan pokok:
-gurita bayi 1 lusin
-popok min 2 lusin (bayi baru lahir banyak pipis)
-bedong 2 lusin jg deh (kalo udh ga dipake, bs buat alas ompol)
-alas ompol 2 lusin
-baju lengan pendek 1/2 lusin
-baju lengan panjang 1/2 lusin
-baju tanpa lengan 3 deh (jarang dipake si, kecuali lg panas bgt)
Baju2 dipake tiap hr habis mandi. Kalo berkeringat atau basah, ganti. Jd ga usah banyak2 (cepet ga muatnya)
-celana pendek 1 lusin (kalo msh bayi bgt gapake celana si, tp klo udh mulai pake, udh agak gedean, butuh banyak)
-celana panjang min 1 lusin
-celana pop 2 lusin (klo udh gede bs buat celana dalem)
-kaos dalam min 1/2 lusin
-sarung tangan min 3
-sarung kaki min 3
-topi bayi 2 bh
-selimut topi 1 bh
-perlak
-bantal (biasanya sepaket bantal guling dan bantal kepala. Saran, ga usah pake bantal peyang, karena bisa ngecap di kepala) ada juga yg sepaket dg kasurnya
Untuk bepergian:
-baju bepergian 1 atau 2 (jumper jg bisa)
-jaket
-diaper bag/tas untuk bepergian (optional. Bs juga pake tas ibunya :D)
-gendongan bayi (kalo bisa si pake jarit aja, lebih fleksibel ketimbang gendongan jadi. Tp gw sampe skg gabisa gendong pake jarit (‾˛‾"))

Toilettries
-handuk bayi
-waslap 2 bh
-sabun bayi
-shampoo (biasanya barengan sm sabun)
-baby oil
-minyak telon
-kapas bulet2 buat cebok si kecil
-bak mandi bayi

Untuk ibu bekerja, persiapkan juga keperluan untuk stok ASIP:
-breastpump (manual/elektrik)
-botol kaca
-cooler bag
-ice gel

Tambahan yg juga penting:
-gurita ibu
-baju kancing depan agar ibu gampang menyusui
-thermometer
-gunting kuku bayi (ukurannya lebih kecil drpd gunting kuku biasa. Ya iyaalaaahh :p)
-stroller (pertimbangan kebutuhannya yaa, jangan asal beli) Pengalaman Raihan punya stroller dr kado, tp belum dipake krn strollernya utk bayi yang udah bisa duduk
-apron menyusui. Penting untuk dipakai saat bepergian

Apa lagi yaaaa??? Hmmm...

Kayaknya yg bwt awal2 itu ya. Jangan khawatir, nanti bakal banyak bgt kado, termasuk baju2 bagus, tas2, selimut topi (aku beli 2, eh dpt kado ini banyak bgt), gendongan, handuk, dll. Tapi teteeep yang primer disiapkan lebih dulu yaa. Lebih baik punya daripada nanti pusing nyari2. Kalaupun dapet banyak kado, kado2nya bisa disimpen buat ngado lagi tuuuhh.. Ups! :p

Yups! Segini aja
Buat ibu2, mungkin ada tambahan lain?
Buat para calon ibu, semoga bermanfaat ;)

Minggu, 06 Mei 2012

(Raihan) Pipi bakpao


Raihaann, ujan-ujan enaknya bubu niihh :D

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 22 April 2012

(Raihan) Aku coyat duyu yaa..


Terjemah: Aku sholat dulu yaaa...

Foto tanpa rekayasa dan pengatur gaya. Tiba-tiba aja Raihan pasang gaya kek gitu pas tidur :D


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 18 April 2012

(Raihan) Tampilan fisik bukan yang utama


"Kok iteeemm... Nggak kayak ayah bundanya" (Actually, ayahnya doang si yang putih. Bundanya mah cokelat warna kulitnya :p)

"Idungnya peseek.."

Biarkan orang bilang apa Nak. Di mata Bunda, kamu yang paling tampan *liat aja, nanti kalo udah gede Raihan juga keliatan cakepnya :p

*cium-cium Raihan


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 17 April 2012

Kisah Kelahiran Raihan (Part II)

Setiap entah beberapa menit sekali (mungkin setengah jam), datang seorang bidan mengecek detak jantung bayi. Kadang bidan senior yang datang, kadang mungkin asisten bidan. Bisa dilihat dari wajahnya yang masih imut-imut *apadeh, nggak penting :p Setiap kali doppler (alat pendengar detak jantung bayi) ditempelkan ke perut, jantungku rasanya ikut berdetak kencang. Apalagi kalau bidan susah menemukan detak jantung si kecil, sehingga alat itu digeser-geser kesana kemari.

13.-- (jam 1 siang)
Aku semakin kesakitan. Tak tahan. Masya Allah, rasanya di perut bagian bawah teramat sakit. Kubilang ke suamiku,"Rasanya kayak mau mati" Entah apa gerangan yang mendorongku berkata seperti itu. Diantara rasa sakit aku sudah tidak peduli apa yang aku katakan, tidak peduli sekitar. Aku hanya fokus pada sakitku. Dia hanya menenangkan sambil memelukku.

Beberapa orang masuk ke ruangan. Entahlah, sepertinya Ibuku, Bapak mungkin, Bulik, dan entah siapa lagi. Mereka datang lalu pergi. Belakangan Ibu bilang kalau dia tidak tega melihatku. Katanya, wajahku sudah pucat pasi. Bibirku putih. Keringat dingin mengaliri wajahku.

Kami bertanya ke bidan yang datang dan pergi. Sudah bukaan berapa? Setelah dicek, baru bukaan 2 katanya. Masih berapa lama lagi? Masing-masing bukaan, butuh waktu 1 jam. Jadi, untuk sampai ke bukaan lengkap, normalnya butuh waktu 8 jam.

Aku meringis ke suamiku. Satu menit, dua menit, tiga menit. Kubilang, aku tak tahan lagi. Tolong, aku mau caesar saja. Dia memandang penuh harap,
"Normal aja ya?"
"Udah nggak tahaan.. Mau caesar ajaaa," kataku
"Kita coba normal ya?" dia masih berusaha meyakinkanku
"Enggak. Sakit banget..."
Suamiku tak tega melihatku. Akhirnya, dia pun menyerah
"Beneran caesar?"
"Iya.."Jawabku
"Kalau gitu Ayah bilang Ibu (Ibuku.red) dulu ya.."
"Jangan lama-lama Yah" kataku

*belakangan, Ibu cerita, saat memberitahu aku mau dicaesar, suamiku menahan tangis. Setelah diberitahu, ibu juga lemas rasanya. Beliau hanya sholat, berdoa, berdoa, dan mengaji di dalam kamar. Sepanjang siang itu, sampai bayiku lahir.

Suami kembali menemaniku di dalam kamar. Surat persetujuan untuk operasi disodorkan. Aku dan suamiku menandatanganinya. Tetapi kami masih harus menunggu lantaran dokternya sedang ada di tempat lain. Sementara itu, kamar operasi pun dibereskan.
"Dokternya masih lama mbak?" tanyaku tak sabar
"Udah dikasih tau, mungkin sekitar setengah jam lagi"
Berkali-kali sepertinya aku menanyakan hal yang sama: dokternya sudah ada? begitu berulang-ulang.

Beberapa saat kemudian, saat aku dan suamiku menunggu dokter, aku merasakan dorongan yang sangat kuat untuk mengejan. Tekanan di perut, rasa sakit memuncak, membuat keinginan untuk segera mengeluarkan si dedek semakin kencang.

"Mbaaaakkk..!!! Pengen ngedeeenn!!" teriakku.
"Jangan. Nggak boleh dulu mbak.."
"Tapi pengen ngeden mbaaak.."
"Coba dicek dulu ya, bukaannya"
Bidan pun mengecek bukaan.
"Waah, ini sudah bukaan 7 ke 8 nih!"


_to be continued_


*maap kalau terputus-putus nulisnya. Kemarin disibukkan dg kepulangan Raihan ke Jakarta. Jadi ga sempet nulis dan posting :D

Kamis, 12 April 2012

Kisah Kelahiran Raihan (Part I)

Akhirnya mulai menulis lagi, setelah sekian lama vakum lantaran berbagai kesibukan *jadi ibu, memang menyibukkan bukan? ;) Catatan ini dibuat untuk mengenang proses kelahiran Raihan. Sebagai pengingat perjuangan hari itu, saat aku mengantarkan jagoan kecilku melihat dunia. Semoga, suatu hari nanti, Raihan juga bisa membacanya, sehingga dia tau bagaimana perjuangan ayah bunda dan cinta kami kepadanya. Happy reading :)

Kamis, 23 Februari 2011

Suami berangkat dari Jakarta. Pulang ke Purbalingga setelah 2 minggu sebelumnya mengantarku pulang kampung menjalani masa cuti. Sebenarnya rencana awal mau berangkat Jumat malam, tapi keburu kehabisan tiket kereta. Jadi dia mengambil cuti sehari di hari Jumat dan meluncur ke stasiun Kamis malam sepulang dari kantor.

Jumat, 24 Februari 2011

Sekitar jam 3 dinihari, suami sampai di rumah. Setelah itu, dia beristirahat sampai pagi. Pagi sampai siang hari, kami tidak kemana-mana. Padahal biasanya, setiap pulang kampung kami pantang melewatkan waktu berdiam di rumah. Sayang sekali.

16.30
Aku dan suami baru keluar jalan-jalan. Sebentar saja, hanya putar-putar kota dan membeli mi ayam. Sebelum maghrib, kami sudah sampai kembali di rumah. Sore itu sebenarnya kami juga berencana untuk membeli keperluan dedek yang belum lengkap, seperti bak mandi bayi, alas ompol yang dirasa masih kurang, dll. Tapi karena berangkat terlalu sore, kami berencana untuk berbelanja keesokan harinya saja.

Setelah makan mi ayam, aku merasa tidak enak perut. Sendawa terus menerus rasa mi ayam. Yaiks!! Pengen muntah. Sepanjang sore itu aku terus bilang kalau aku keracunan mi ayam, heheh

Menjelang malam, setelah berbincang-bincang lumayan lama dengan bapak, ibu, om (yang kadang2 suka nginep di rumah sepulang kerja), aku dan suami pun beranjak tidur.

Sabtu, 25 Februari 2012

00.30
Dini hari itu aku terbangun. Kebelet pipis. Tapi malas beranjak dari tempat tidur. Masih dalam posisi tiduran, kuputuskan untuk menahan pipis saja, biar besok pagi saja. Tapi tiba-tiba aku seperti merasa ada yang keluar. Yaahh, ga bisa ditunda lagi pipisnya. Akupun beranjak ke kamar mandi.

Selesai pipis, saat hendak ke ruang tengah, aku merasa ada cairan yang keluar lagi. Kupikir, pipisnya belum tuntas. Akupun kembali ke kamar mandi. Tapi di sana, aku terkejut saat mendapati ternyata cairan itu keluar dengan sendirinya. Mengalir lumayan banyak. Pecah ketuban! Sambil menenangkan diri aku mengetuk-ngetuk pintu kamar ibu. Saat ibu akhirnya membuka pintu, kubilang kalau ketuban sudah pecah. Saatnya ke rumah sakit. Sementara itu, cairan putih bening itu masih mengalir membasahi lantai keramik di bawah. Aku segera ke kamar, membangunkan suami yang segera bangkit dengan kaget. Setelah itu, aku ganti pakaian, sementara cairan itu masih terus mengalir.

Saat itu kami belum mempersiapkan apapun. Kupikir, masih lama perkiraan lahir si dedek, jadi kami belum perlu mempersiapkan keperluan untuk dibawa ke rumah sakit sewaktu-waktu. Ibu malam itu yang menyiapkan segala sesuatunya. Menyiapkan beberapa potong bajuku, baju, popok, perlak, dll bakal keperluan si kecil yang sudah dicuci dan tertata rapi di lemari. Suami memasukkan beberapa potong bajunya ke dalam tas gendongnya. Tak lama kemudian, aku, ibu, dan suami pun segera meluncur ke rumah sakit. Bapak tinggal di rumah. Sementara Om masih tidur. Tidak tahu sama sekali kalau kami keluar.

01.00
Kami sampai di RSIA yang sudah ditetapkan menjadi bakal calon tempat bersalin. Setelah diperiksa bidan segala macam, diputuskan bahwa aku harus menginap. Ketuban sudah merembes, pembukaan masih pembukaan satu tapi sempit, jadi akan dilihat perkembangan sampai keesokan harinya. Dini hari itu, aku diinfus antibiotik untuk menjaga agar ketuban tetap baik-baik saja sampai waktunya nanti diambil tindakan.

09.00
Aku dibawa ke ruang bersalin. Akan segera diambil tindakan pagi itu. Induksi. Saat itu, aku masih tenang, tidak terpikir apa-apa mengenai persalinan. kontraksipun tidak ada. Dalam pikiranku hanya satu, akhirnya, saatnya akan tiba juga. Saat aku akan bertemu dengan buah hati yang selama sembilan bulan menghuni rahimku.

Sementara itu, sebelumnya Ibu sudah dijemput Bapak selepas subuh. Mereka masih harus ngajar. Jadi saat aku dibawa ke ruang bersalin, hanya suami saja yang menemani.

Melalui selang infus, cairan induksi itu masuk sedikit demi sedikit ke dalam tubuh. Aku dan suami berbincang-bincang terus. Belum ada rasa apa-apa. Bidan berpesan, kalau kebelet pipis atau apapun, panggil saja mereka. Nanti saya akan diajari pipis di pispot. Pipis di pispot?? Oohh, tidak! Kedengarannya menjijikkan. Tapi akhirnya aku pipis juga beberapa kali di ruangan itu. Bahkan, sampai di akhir-akhir, tidak hanya pipis, pup juga keluar, hiiyy. Ah, saat itu sudah tidak terpikirkan lagi apa yang keluar dari tubuh. Hehe

Menjelang siang, aku mulai merasakan nyeri, tekanan, rasa sakit di perut bagian bawah. Awalnya biasa saja, tapi semakin lama semakin tekanan itu semakin kencang, semakin sakit, semakin sering, dan semakin lama bertahan. Dari yang awalnya kalimat-kalimat yang keluar adalah: Subhanallah, Masya Allah, Astaghfirullah, Allahu Akbar. Dari yang sebelumnya aku bisa membaca doa "Laa ilaaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadz dzolimiin" (doa nabi Yunus saat di perut paus). Sampai akhirnya hanya bisa merintih-rintih, bahkan akhirnya berteriak-teriak. Sungguh sebenarnya aku tidak ingin berteriak-teriak. Sejak awal mempersiapkan diri menghadapi persalinan, aku sudah bertekad tidak berteriak-teriak. Tapi ah, rasa sakit itu semakin menyiksa. Tiada henti. Semua teori tentang teknik pernapasan untuk mengurangi nyeri menguap entah kemana.

Suami di samping terus memberi semangat dan dorongan. Dia nyaris tidak beranjak dari tempat itu. Dia yang memeluk, menguatkan, mencium, menenangkan. Sebaliknya, setiap dipeluk, aku balik memeluknya dg sangat kencang. Tanpa sadar mencakari punggungnya. Selesai persalinan, dia menujukkan punggungnya, dan ya ampun, disana ada bekas cakaran. Seperti orang kerokan!

_to be continued_

Senin, 26 Maret 2012

Aku bissaa... Aku pasti bissaaaa..!!!

Tak bisa dipungkiri, ada ras was-was yang muncul saat membayangkan akan segera kembali ke Jakarta. Tentu karena di sana harus bisa mandiri, lepas dari pertolongan orang tua seperti sejauh ini merawat Raihan. Memang akan ada ART, tapi tetap saja beda. Di sini, semua keperluan bunda ada yang bantu ngurus. Ada eyang yang masakin, yang bantu2 kalau Raihan rewel, yang manjain bundanya, jadi bundanya bisa fokus ngurusin Raihan aja. Kalau di Jakarta nanti, selain harus ngurus Raihan, ayahnya juga harus diurus, diri sendiri juga. ART bakal fokus ke Raihan dan segala keperluannya saja.

Di masa-masa menyusui ini, tentu harus makan makanan bergizi. Sekarang masih bisa, entahlah nanti kalau di Jakarta. Apa sempat masak sendiri atau jajan-jajan kayak pas hamil dulu.

Selain itu, kekhawatiran selanjutnya adalah soal ASIP. 2 minggu, apakah cukup waktu buat nyetok? Sementara Raihan minumnya banyakk. Takut bakal keteteran. Karena itu, sedang mempertimbangkan akan mulai nyetok dari sekarang. Tapi, apa nanti bisa bertahan dibawa dalam perjalanan 7-8 jam ya?

Selalu merasa salut dengan mereka yang berani hidup tanpa ART, sementara anak masih kecil-kecil. Setiap hari anaknya dititipkan ke tempat anak. Mereka saja bisa, apalagi aku. Harus berpikir positif! Harus bisa! Pasti bisa! Semangaaaattt!!

Rabu, 29 Februari 2012

Abiyyu Athar Raihan (Raihan)




Ceritanya nanti-nanti lagi deh yaa.. Sekarang posting foto-fotonya dulu aja :D
Maap nggak ada keterangannya, soalnya posting lewat hp :p

Rabu, 15 Februari 2012

Jodoh dari antah berantah



Kalau ada orang tanya, kok bisa ketemu sama suami? Kadang bingung juga mau nyeritain. Kami berasal dari dunia yg berbeda, lingkungan yang berbeda, sama sekali tidak ada link sebelumnya. Jadi pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan jawaban singkat. Biasanya mereka lanjut nanya: temen sekolah? Temen kuliah? Temen satu kampung? Temen kantor?

Aduuh, mau ditanya kayak apapun kayaknya saya juga bakal jawab: bukan. Soalnya memang kami hampir tak punya irisan apapun sebelumnya. Teman sekolah? Yang pasti enggak. Suami dari kecil sampai gede sekolah di Temanggung, sementara saya di Purbalingga. Teman kuliah? Bukan juga. Suami kuliah di Semarang, sementara saya di Jakarta. Teman kantor? Tentu saja bukan. Suami karyawan swasta, saya PNS. Teman satu kampung? Haha. Suami asalnya dari Temanggung, sementara saya Purbalingga.

Jadi gimana ceritanya?
Jadi, semua berawal dari sahabat keluarga, sebuah keluarga dengan 2 orang anak laki-laki yang usianya sepantaran dengan saya dan adik saya. Sang kakak, dari SD sampai SMP adalah teman satu sekolah. Kami bersaing dalam hal nilai pada masa itu sampai akhirnya dia melanjutkan SMAnya di Jogja.

Kedua keluarga ini, sejak anak-anaknya masih kecil-kecil suka melakukan perjalanan bareng-bareng. Suka juga saling bertukar makanan ala gaya bertetangga di kampung.

Sampai akhirnya, entah kenapa, si Ibu tetangga ingin mengenalkan saya dengan keponakannya yang asli Temanggung dan saat itu sedang bekerja di Jakarta. Saat itu, saya baru lulus kuliah. Asli, beteeeee banget saat pertama-tama mau dikenalin dengan cowok itu. Saya paling nggak suka acara perkenalan-perkenalan ala orang tua. Memangnya ini jaman Siti Nurbaya, pake' dikenal-kenalin segala? Kalau mau, saya juga bisa cari cowok sendiri #eh? Padahal juga tujuannya apa sih, waktu itu dikenalin? Emang mau langsung dinikahkan? Hihi..

Akhirnya, akhir tahun 2009, saya pun berkenalan dengan si Mas. Kenalan sendiri dong, di Jakarta. Kan sama-sama kerja di Jakarta. Nothing happened, sampai awal tahun 2010, saya dilamarlah sama si Mas. Sebelumnya saya pernah bilang, saya nggak mau pacaran-pacaran, kalau berani, langsung nikah aja. Dan awal tahun itu, saya beneran dilamar. Dari lamaran sampai ke nikah, lumayan lama juga waktunya. Kami sampai di pelaminan pada September 2010.

Punya suami dari sebuah 'tempat antah berantah' kadang bikin bete juga. Otomatis saya tidak pernah kenal dg teman-temannya. Teman sekolah, teman kuliah, ataupun teman kantor. Tidak ada tempat untuk mengorek informasi kecuali dari Buliknya, yang sekarang jadi Bulik saya juga. Paling, sumber informasi adalah dari keluarga juga, sepupu2nya misalnya, yang rata2 masih sepantaran dg saya dan adek saya.

Untungnya suami aktif mengenalkan teman-temannya. Saat syukuran nikahan dan pindah kontrakan, dia mengundang teman-teman kantornya. Saya jadi tau dan kenal sedikit-sedikit. Tiap kali ada rekan (kantor maupun mantan teman kuliahnya dulu) yang menikah, dia pun pasti mengajak saya kondangan.

Hanya kadang suka iri juga dengan teman-teman yang punya suami/isteri teman sendiri semasa sekolah atau kuliah dulu. Mereka punya lingkaran pertemanan yang sama. Teman suami, teman isteri juga. Sama-sama kenal dan akrab. Biasanya sih yang kayak gini temen-temen dari STAN. Seru yaah, ngobrol dan bercanda tanpa merasa canggung karena baru berkenalan.

Tapi, di sisi lain, keuntungan bersuami dg orang dari antah berantah adalah, kita bisa menambah teman dan memperluas pergaulan. Kadang juga bisa merasakan dunia yang berbeda dari yang sebelumnya. Tentu karena macam teman dan lingkungan pergaulan yang berbeda.

Dan ternyata, setelah bertemu dengannya, saya jadi berpikir: "Jadi ini toh, jodohku"
Bukan orang yang selama ini terbayang di pikiran. Bukan orang yang dulu pernah diimpi-impikan. Bukan orang yang pernah akrab. Bahkan bukan orang yang pernah dilihat sekalipun. Memang ya, jodoh bisa datang dari mana saja, dari negeri antah berantah sekalipun :p

Minggu, 12 Februari 2012

Jadi pengacara, pengangguran banyak acara


Senin pertama di liburan panjang

Kemarin siang, sudah ditinggal adek balik ke Jogja. Libur kuliahnya paaass banget barengan dengan awal masa cuti bersalin. Itu saja dia sudah bela-belain balik kampus mepet sebelum masuk kuliah. Malamnya, ditinggal suami balik Jakarta. Keretanya berangkat jam 10. Tapi suami sudah diantar jam 8an. Nggak boleh ikut nganter karena udah malem, jadi cuma dadah-dadah aja dari depan rumah.

Hari ini, rasanya seperti beberapa tahun lalu, saat masih kuliah dan dapet libur panjang semesteran. Di rumah dari pagi sampai siang sendirian. Waktu itu karena bapak, ibu, adek semua berangkat sekolah. Kalau sekarang, rasanya jadi kayak anak tunggal yang ditinggal ortu kerja deh. Tapi bapak, ibu, dan suami jadi lebih tenang katanya karena kalau tetap di Jakarta nanti bakal ditinggal suami ke luar kota. Selain itu, kalau di sana, suami sehari-hari pulang malem terus. Kalau di sini kan bapak sama ibu siang-siang udah di rumah.

Mencoba menikmati, sambil berpikir mau mengisi liburan dengan kegiatan apa. Untungnya, ditinggalin laptop bagus sama adek yang males bawa laptopnya ke Jogja. Lumayan, laptopnya masih baru dan ada beberapa film di dalemnya. Jadi bisa buat hiburan nonton selama beberapa hari. Oh iya, kepikiran juga buat pesen dibeliin dvd film kalo suami balik lagi ke Purbalingga 2 minggu lagi.

Kemarin juga pulang bawa modem yang ga dipake di rumah sana, rencananya mau dicolok ke laptop Ibu kalo adek bawa laptopnya ke kampus. Cuma belum ada kartu dan pulsanya. Ada yang mau rekomendasiin operator yang bagus buat internetan? :D

Truuss, bawa beberapa buku juga dari Jakarta. Sebagian tentang buku-buku kehamilan si, buat dibaca-baca biar lebih siap waktu melahirkan nanti.

Kalau di kepala, rencananya mau beres-beresin kamar. Secara kasat mata ini kamar sudah rapi, tapi di dalam lemarinya berantakan. Mau beres-beres buat persiapan menyambut dedek nanti. Mau cuci-cuci baju-baju bayi yang udah dibeli. Mau atur-atur tempatnya di dalam kamar ini.

Tapiiii, hari pertama ini malah masih males-malesan. Diajakin jalan-jalan usai subuhan tadi sama Ibuk bilangnya 'besok aja deehh' Hahahaa.. Gimana yaa, maklum, masih awal-awal liburan. Jadi belum berasa bosennya, masih pengen males-malesan, nggak ngapa-ngapain *alesan aja.

Barusan disms adek, diledekin, ditanyain apa di rumah sendirian? Ngapain aja? Pasti membosankan, katanya. Errhhh...iya si, lama-lama paling bosan dan bingung. Tapi nggak bakal lama, kan dedek sebentar lagi lahir ya Nak. Eh, tapi nunggu gajian dulu ya Dek. Xixixi...

Oh iya, gambar di atas itu bbm dari suami. Selalu gitu deh gaya ngomongnya kalo habis dari Purbalingga. Sok ngapak. Padahal enggak pantes. Ceritanya dia lagi di kereta, dan terpaksa harus jalan mundur, soalnya bangku keretanya nggak bisa diputer-puter. Kasiaaan deh kamuu, hihi..

Eh, udahan dulu ah curhatnya. Mau nonton gosip dulu :p

Senin, 30 Januari 2012

Temporary LDR


Tinggal 2 minggu lagi saya akan menjalani cuti panjang, cuti melahirkan selama 3 bulan. 1 bulan di depan, dan 2 bulan di belakang. Rencana dari awal dulu memang mau melahirkan di rumah. Jadi nanti begitu cuti, saya langsung cap cus ke Purbalingga. Tadinya, saya pikir saya mau menikmati beberapa hari cuti di Jakarta lebih dulu. Jadi ibu rumah tangga dan melayani suami lebih dulu. Tapi ternyata, di minggu pertama cuti, suami ada agenda selama beberapa hari ke Jogja. Daripada malah makan ati sendirian di kontrakan, lebih baik saya langsung pulang saja.

Kecemasan malah bukan datang dari semakin dekatnya masa persalinan. Tapi karena saya harus LDRan dengan suami. Huwaaa.. Sedikit lebay ya. Toh hanya 3 bulan. Dan lagi, suami bakal sering-sering ke Purbalingga. Tapi, entah kenapa tetap terasa memberatkan.

Saya dan suami terbiasa selalu berdua semenjak menikah. Kemana-mana berdua. Keluar kota berdua. Liburan berdua. Kondangan teman saya atau suami, harus datang berdua. Bahkan bayar air PAM pun suami tidak mau sendiri (kalau yang satu itu saya rasa hanya karena suami maunya ditemenin -_-). Tentu saja tidak berlaku untuk urusan kantor. Tak jarang sebenarnya saya ditinggal sendiri ke luar kota selama beberapa hari. Tapi hanya beberapa hari saja, tak pernah lebih dari seminggu.

Sempat saya nangis-nangis karena mau LDR. Haish, kalau dipikir-pikir terlalu lebay si. Tapi bagaimana tidak sedih, kalau membayangkan nanti suami sendirian di rumah. Pulang kantor tidak ada yang menyambut (meskipun tidak selalu sambutan isteri itu sambutan yg menyenangkan :p). Tidur peluk guling sendirian. Wiken nonton tv sendirian. Sepi. Sementara saya ngumpul bareng bapak-ibu di rumah. Sempat juga terpikir bagaimana keadaan rumah nanti. Mungkin saja akan tambah berantakan dari (yang sudah berantakan) sekarang ini. Apalagi suami hobi melemparkan baju kotor sembarangan, meletakkan jaket sembarangan. Bagaimana nanti kalau pagi hari dia tidak bisa menemukan kaos kakinya? Atau kehilangan jam tangannya? Saya juga berpikir, apakah nanti sprei tempat tidur akan diganti selama waktu 3 bulan itu?

Sebenarnya saya tidak perlu terlalu cemas, mengingat ada Ibu asisten rumah tangga kami yg pulang-pergi setiap hari (kecuali saat weekend). Jadi tidak mungkin rumah akan sangat berantakan. Toh masih ada yang beres-beres dan mencuci baju. Lagipula suami akan seharian di kantor dari pagi sampai malam. Mungkin dia pulang hanya untuk numpang tidur saja.

Ternyata, tidak hanya saya yang bisa galau menjelang LDR. Suami juga bisa galau, walaupun dalam taraf yang jauh lebih ringan. Kemarin, saat kami sedang asik nonton tv sembari bercanda, tiba-tiba dia nyeletuk, "Nanti, kalau weekend gini, Ayah ngapain ya? Ah, telpon-telponan aja nanti ya?" Giliran saya yang tertawa dan menghibur.

Hei, jangan-jangan Ayah malah seneng mau ditinggal sementara waktu. Nggak ada yang bakal ganggu dia setiap hari dengan pertanyaan: pulang jam berapa? Atau rengekan: mau dijempuuut doong. Pfuuhh..

Eh, btw, selain bakal LDR dengan suami, sepertinya saya juga bakal LDR sementara waktu dengan MP. Bawaan kalau sudah di rumah, males buka leptop dan nyalain modem. Kalau ngenet, paling hobi pake hp yang bisa sambil tiduran. Tapi entah juga yaaa..mengingat saat-saat itu sepertinya akan jadi saat yg membosankan. Biarpun bareng bapak-ibu, tapi mereka masih harus ngajar setiap hari. Di rumah juga ditinggal sendiri, walaupun hanya sampai siang hari. Enaknya ngapain yaa, di masa-masa cuti itu? :D

Kamis, 26 Januari 2012

Belanja keperluan bayi tahap 1




Beberapa minggu yang lalu, saya dan suami menyempatkan diri berbelanja kebutuhan bayi. Setelah berkali-kali gagal, akhirnya kami jadi juga pergi ke ITC Cempaka Mas. Waktu itu hari Minggu. Siang sebelum berbelanja, saya dan suami, serta sepasang suami isteri teman kantor suami pergi membesuk anak-teman kantor-suami terlebih dulu di RS Harapan Kita. Saat membesuk hari itu, hasil tes lab baru keluar. Dan Ivan, anak kelas 2 SD yang sudah beberapa hari menginap di RS itu dinyatakan positif terkena leukimia, stadium 1 :( Tidak ada raut sedih sama sekali di wajah Mbak Yuyun, sang ibu, meski kami tau dari rekannya yang lain, bahwa dia sering menangis. Sedih, takut, dan cemas tentu saja menggelayuti pikirannya. Tapi bagaimanapun, Ibu sepertinya pantang menangis di depan anaknya ya. Jadi saat kami datang, kami bercanda seperti biasa.

Sepulang dari rumah sakit, meski lelah, kami paksa diri untuk belanja. Kami pun meluncur ke ITC Cempaka Mas. Sesampainya di sana, kami sholat ashar terlebih dahulu baru setelah itu masuk ke dalam. Dari hasil gugling di internet, serta tanya sana-sini, saya putuskan untuk mencoba belanja di Audrey Baby Shop. tempatnya ada di lantai 3 blok F (kalau tidak salah). Begitu ketemu tokonya, saya dan suami hanya bisa bengong. Tempat itu full dengan perlengkapan bayi dan ibu menyusui. Satu lorong, berisi segala macam pernak-pernik. Karena bingung, selama beberapa menit saya hanya keluar masuk, pegang ini itu, tanpa tau musti memulai darimana. Tempatnya sedikit berantakan, dan banyak orang heboh dengan belanjaannya sendiri. Tapi pelayanannya cukup baik. Saya dihampiri seorang pelayan dan ditanya apa sudah ada yang melayani? Saya jawab belum, dan seorang mbak-mbak langsung menghampiri untuk membantu saya.

Sayangnya, hari itu saya tidak membawa catatan apa saja yang harus saya beli. Jadi, saya belanja berdasarkan feeling, hehe.. O iya, kami belanja untuk bayi usia 3 bulan. Dengan pertimbangan bahwa perlengkapan untuk newborn sudah dibeli oleh Eyangnya di Purbalingga. Nanti kalau sudah pulang kampung, kami berencana untuk berbelanja lagi.

Dan inilah hasil belanjaan kami waktu itu:
Bantal set babycare (terdiri dari 2 guling kecil dan bantal peang) (65.000/set)
Selimut topi babycare (@50.000)
Celana pop libby motif 6 bh (105.000/lusin)
Celana pendek libby motif 3 bh (130.000/lusin)
Celana panjang nova polos 3 bh (155.000/lusin)
Baju lengan pendek libby motif 3 bh (145.000/lusin)
Baju lengan panjang libby motif 3 bh (160.000/lusin)
Baju kutung libby polos (125.000/lusin)
Kaos kaki petite mimi 1 set (85.000/set)
Mama Pad 1 kotak (@40.000)

Masih sedikit yaa?
Rencananya barang2 tersebut mau ditinggal di kontrakan, dan mulai dipakai nanti sewaktu kami (saya dan dedek) sudah pulang lagi ke Jakarta.

Sekarang sedang asik berburu cloth diaper. Sementara masih browsing sana-sini, belum menentukan pilihan. Setelah itu, lanjut lagi perburuan segala macam perlengkapan asi dan ibu menyusui. Semangaaatt!!


p.s:
Moms, bantal menyusui perlu nggak sih? Trus, diaper bag apa butuh juga? Mengingat nanti kami harus melakukan perjalanan Purbalingga-Jakarta? Kalau bisa , sebisa mungkin segala yang butuh mau dibeli di depan. Soalnya kalau sudah cuti pasti jarang buka internet di kompi :D


*gambar pinjam dari sini


Rabu, 25 Januari 2012

Me, Now. Big Size :D




Tadi waktu ngaca di toilet, iseng saya kepikiran untuk mengabadikan momen kehamilan trimester akhir saya ini. Pas perut udah besaar. Kebetulan saya juga tidak punya dokumentasi khusus selama masa kehamilan. Dulu sih sempat berencana buat foto studio bareng suami, tapi nggak jadi sampai sekarang.

Akhirnya, tadi foto-foto sendiri deh. Biar nanti bisa dilihat-lihat lagi kalau lagi kangen sama masa hamil, saya taroh di MP aja yaa :p

Rabu, 11 Januari 2012

Perjalanan menemukan rumah idaman (bagian 3)


Setelah sekian lama tidak menunjukkan progress apapun, kami (saya dan suami) menghentikan sementara proses pencarian rumah kami. Pasrah. Sebentar lagi akan ada banyak keperluan menyangkut kelahiran bayi mungil kami. Selain itu, masa kontrak rumah yang sekarang kami tempati masih lama. Baru berakhir bulan Agustus tahun ini. Jadi kami pikir masih akan ada waktu untuk rumah.

Dalam masa itu, kira-kira sebulan yang lalu, tiba-tiba ada telepon dari Pakdhe yang rumahnya di Ciledug sana. Beliau yang tau bahwa kami sedang mencari rumah, memberitahu bahwa di dekat rumahnya ada sebuah perumahan yang bagus, aksesnya ke Jakarta mudah, dan beliau merekomendasikannya untuk kami. Saya iyakan dan janjikan bahwa dua minggu lagi Insya Allah kami akan main untuk melihat-lihat. Selain itu, ada saudara yang hajatan. Jadi kami ingin berkunjung.

Pada waktu itu, saya pikir Pakdhe hanya basa-basi. Mengingat saudara-saudara kami yang lain juga merekomendasikan daerah di dekat tempat tinggal mereka masing-masing sebagai pilihan kami mencari rumah. Yang di Pamulang merekomendasikan daerah Pamulang, yang di Graha Raya merekomendasikan Graha Raya, dst.

Ternyata, dua minggu kemudian kami ditelpon lagi. Saat itu, kebetulan bapak-ibu Purbalingga sedang ada di Jakarta. Karena tidak enak hati, tidak mengira bahwa ternyata Pakdhe serius sedang menawarkan rumah, akhirnya berangkatlah bapak-ibu ke Ciledug untuk melihat rumah itu terlebih dahulu. Saat itu hari kerja, saya dan suami tidak bisa ikut. Tidak lupa saya pesankan kepada adik saya untuk memotret rumah dan sekelilingnya.

Sepulang dari sana sore harinya, ibu antusias bercerita dan bilang bahwa beliau sreg dengan rumah yang ditawarkan Pakdhe. Daerahnya enak, lingkungannya beliau suka, dan aksesnya juga lumayan mudah, walaupun memang jauh dari Jakarta. Bapak juga cocok. Apalagi katanya, dekat dengan rumah Pakdhe. Jadi kalau bapak-ibu ke Jakarta, mereka bisa main-main ke rumah Pakdhe. Haha.. iya juga si. Secara kalau ke Jakarta, sekarang-sekarang ini, bapak sama ibu suka bingung mencari kegiatan. Maklum, seharian ditinggal anak-menantunya dari pagi sampai malam hari. Kalau ibu masih ada kegiatan: memasak untuk orang rumah. Kalau bapak, paling hanya tidur, nonton tv, atau jalan-jalan ke sekitar yang sama sekali tidak enak untuk ditelusuri lantaran kami berada di perumahan padat penduduk yang rumahnya ada di dalam gang.

Saat melihat foto-foto yang sempat diambil oleh adik, saya juga merasa cocok dengan rumah yang ditawarkan. Saya dan suamipun memutuskan untuk melihat rumah tersebut di akhir pekan. Dan memang kami juga tidak enak hati kalau sampai tidak melihatnya. Mengingat Pakdhe sudah susah-susah memberitahu kami, dan bahkan membooking kepada pemiliknya agar rumah itu jangan diproses dengan orang lain dulu.

Akhir pekan, saya dan suami pun pergi ke tempat Pakdhe. Hanya berdua soalnya waktu itu bapak, ibu dan adik sudah pulang semua. Sayang sesampainya di sana kami hanya bisa melihat rumah dimaksud dari luar pagar saja. Pemiliknya sedang tidak ada di rumah (rumahnya yang lain) sehingga tidak ada kunci yang bisa diantarkan. Setelah puas menjelajah dan melihat-lihat dari luar pagar, kami pun ke rumah Pakdhe-yang ternyata benar-benar dekat hanya sekitar 500 meter saja, hanya saja rumah Pakdhe ada di belakang kompleks perumahan rumah yang kami taksir-untuk membicarakan perihal rumah tersebut lebih lanjut.

Pada akhirnya, saya dan suami (akhirnya) sepakat untuk memrosesnya lebih lanjut. Akhirnyaa setelah sekian pencarian kami, kami memutuskan akan mengambil rumah itu. Berbagai hal kami pertimbangkan. Jauh? Ya tentu saja. Tapi insya Allah, saya mantapkan diri untuk menempuh perjalanan itu.

Minggu berikutnya, kami jadwalkan bertemu dengan pemilik rumah untuk meminta kelengkapan dokumen. Sebelum-sebelumnya, Pakdhe yang selalu berhubungan dengan pemilik rumah. Mulai dari negosisasi harga, pajak penjualan pembelian, DP, dan lain sebagainya. Kami tidak enak merepotkan terus menerus. Akhirnya minggu itu kami pun ke sana lagi, bertemu bapak pemilik rumah, dan kami akhirnya masuk ke rumah itu.

Tadinya saat membayangkannya dari luar pagar dan dari foto-foto yang diambil, saya berpikir akan kecil sekali calon rumah kami. Dengan tipe tanah hanya 72, dan tipe rumah hanya 30sekian (lupa), tentu  akan berbeda dengan kontrakan kami sekarang. Apalagi jika dibandingkan dengan rumah Purbalingga atau Temanggung yang jauuuh lebih besar lagi (maklum rumah di  kampung, hehe). Tapi setelah melihatnya sendiri, thats not too bad kok. Rumah kecil itu terlihat lapang karena plafonnya tinggiii. Jendelanya pun besar-besar. Saya dan suami yang tadinya menguatkan hati dengan pemikiran seperti: kita kan mulai dari nol, jadi wajar kalau rumahnya kecil, atau kita kan bukan orang kaya, jadi mampunya ya beli rumah yang segitu—semakin lapang dan tersenyum lebar saat melihat rumah itu langsung. Ah, tidak seburuk yang dibayangkan. Lagipula, kanan-kiri rumah itu, banyak rumah bagus yang sudah dibangun 2 lantai. Terlihat megah dan besar walau dengan luas tanah yang sama dengan rumah incaran kami. Kami pun lebih berbesar hati.

Selanjutnya, ternyata proses untuk menuju pengajuan kredit dari kantor pun tidak mudah, karena ada beberapa pending matters (haha..bahasa gue) yang harus kami bereskan terlebih dahulu. Ceritanya akan saya posting lain waktu saja mengingat jurnal ini sudah cukup panjang dan akan jadi membosankan kalau nekat diterukan juga. Yang jelas, saat ini kami sedang dalam tahap membereskan pending-an tersebut. Semoga akhir minggu ini sudah kelar sehingga minggu depan benar-benar sudah mulai diproses pengajuan kreditnya. Doakan kami ya temans :)

Rumah itu memang benar-benar jodoh ya. Dicari kemana-mana nggak ada yang nyangkut. Saat nggak dicari-cari, eh dia malah muncul sendiri. Semoga, untuk kali ini, rumah itu benar-benar jodoh kami. Aamiin...


jalan kompleks depan rumah incaran kami. ujungnya buntu :D





Selasa, 10 Januari 2012

Rabu pagi yang menegangkan

Entah apa yang terjadi dengan hari ini. Mungkin bangun sholat subuh yang kesiangan, mungkin lupa berdoa sebelum mengawali hari.

Hari ini, ceritanya saya akan cek kandungan ke Ibu Dokter sore hari sepulang dari kantor. Antrian nomor 6. Kata mbaknya waktu daftar, datang saja sekitar jam 5 sore. Itu artinya, saya harus pulang ontime. Nah, kantor saya tercinta, mulai awal tahun ini memberlakukan flexi time khusus untuk wilayah Jakarta. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya kami harus mengejar absen sebelum pukul 07.30 (kalau tidak mau dikatakan terlambat dan dipotong tunjangan), maka mulai tahun ini kami bisa absen maksimal sampai pukul 08.00. Jam 07.30 s.d. 08.00 sudah terhitung terlambat. Tapi, tidak ada pemotongan tunjangan kalau kami mengganti jamnya di belakang. Jadi, bisa-bisa saja datang maksimal jam 08.00 pagi, asalkan pulangnya jam 17.30.

Saya sebenarnya lebih suka datang pagi sebelum batas waktu jam 07.30. Tapi apa mau dikata, sudah 2 hari berturut-turut kemarin sampai kantor lebih dari jam tersebut, Akhirnya, terpaksa harus pulang sore (biasanya juga sore sih). Naah, karena nanti sore saya bakal ke RS jam 5, jadi pagi ini saya berusaha datang sebelum jam 07.30 supaya bisa pulang tenggo. Eaalah, walaupun sudah hectic pagi-pagi di rumah, tetap saja tidak terkejar sampai kantor pagi. Sepanjang jalan ke kantor, saya menyalah-nyalahkan suami, yang pagi tadi banyaaakk banget keperluannya. Pake acara setrika kaos segala.

Waktu jalan di parkiran menuju ke kantor, rasa sebel, marah, kecewa menumpuk jadi satu. Rasa-rasanya pengen nangis. Padahal sudah dari kemarin diwanti-wanti supaya berangkat lebih pagi. Biar sorenya bisa ontime ke RS. Dan benarlah, waktu menempelkan jari ke mesin fingerprint, angka di sana tertera 07.32. Arrrgghh! Baiklah, jadi nanti sore paling cepat baru bisa berangkat ke RS dari kantor jam 17.30. Atau, berangkat awal, lalu balik kantor lagi sepulang check up buat absen sore? Hmm...

Hati masih dongkol karena masalah absen, saya lalu pergi ke ATM. Barusan. Transfer sjumlah uang ke rekening suami. Setelah memencet konfirmasi transfer, layar ATM loading cukup lama sebelum akhirnya memunculkan kata: transaksi gagal. Saya cek saldonya. Berkurang sejumlah uang yang saya transfer, menyisakan sebagian kecil sisa uang di rekening saya yang hanya cukup untuk makan sampai akhir bulan. Paniklah saya. Jumlah uang yang hilang bukan jumlah yang sedikit. Dan itu adalah hasil ikhtiar kami dalam rangka memenuhi mimpi punya rumah sendiri. Terbayang betapa beberapa minggu terakhir kami mengumpulkan dana dari mana saja guna melengkapi kekurangan agar kami bisa bertransaksi rumah, dan sisa kekurangannya itu hilang begitu saja di depan mata karena masalah ATM error.

Lemas

Saya menuju bangku di sekitaran ATM dan langsung mendudukkan diri. Telpon suami. Panik.  Memintanya langsung mengecek saldo tabungannya via internet banking. Dan dia bilang, uangnya belum masuk. Hampir saja menangis kalau tidak ingat tadi pagi saya ngambek. Terbayang bagaimana ruwetnya mengurus kehilangan sejumlah uang tersebut.

Setelah menenangkan diri, dilanjutkan dengan belanja di koperasi (kebetulan pagi ini belum ada makanan yang masuk ke perut), saya pun memberanikan diri ke ATM lagi. Pasrah. Bismillah. Dan... Alhamdulilllaaaahh, uangnya sudah kembali lagi. Puji syukur ya Allah.. Saya langsung kirimkan uang tersebut ke rekening suami. Tidak lama kemudian, suami telpon kalau uangnya sudah masuk ke rekeningnya. Alhamdulilllah, lega tak terkira *sembari gigit jari melihat saldo di rekening sendiri


Pagi ini diawali dengan hal-hal tak terduga yang sedikit mengguncang emosi. Semoga saja tidak menaikkan tekanan darah nanti. Dedek baik-baik ya Nak. Semoga hasil cek kandungan nanti sore baik :)

Selasa, 03 Januari 2012

My Little Baby Boy in The Womb


Saat di USG 4 dimensi seminggu yang lalu, saya dan suami sangat takjub melihat dedek di dalam perut. Dia bergerak tiada henti. Mulai dari menguap, menjilat tangan, menutup muka, meregangkan tangan (udah mulai sempit kamu Nak, di dalam sana?), dan lain sebagainya.

Ibu Dokter dengan sabar menjelaskan ini itu. Dan sekali lagi meyakinkan kami kalau dedek kecil ini adalah seorang cowok. "Tuuh, liat Monasnya keliatan.." yang membuat saya berpikir kalau ini bukan di Jakarta, apakah masih akan dibilang Monas? *plaks! nggak penting banget deh, haha!

Siang hari setelah setelahnya (kami ke RS malam hari), CD hasil USG pun jadi. Dan malam selanjutnya, kami menonton dedek lagi, kali itu dengan Eyang dan Omnya dari Purbalingga. Kebetulan mereka sedang liburan di Jakarta kemarin. Dan keluarlah komentar, katanya dedek mirip sayaaa. Emang pipinya chubby-chubby gitu miriip dengan saya, nggak ada miripnya sama suami yang berpipi tirus bin kurus. Hidungnya, kalau dari samping pun sepertinya mirip saya, tidak terlalu mancung. Tapi sepertinya kalau dilihat dari depan, hidungnya besar dan mbangir. Hmmm...  

Ayahnya sebel bener dibilang sang anak mirip dengan Bundanya. Apalagi waktu itu dia sendirian tidak ada pendukung. Hihi, peace Yah.. Kita lihat nanti saja, dedek kecil mirip siapa ;) Lagipula, bukannya anak bayi itu masih berubah-ubah wajahnya? Sebentar mirip ibunya, sebentar mirip ayahnya. Ah tapi, siapa mirip siapa itu tidak penting. yang penting, dedek baik-baik di dalam sana, dan lahir sesuai waktunya dengan sehat dan selamat. Aamiin :)


Tuh, liat pipinya yang chubby. He is soo sweet :-*