Kamis, 31 Maret 2011

My Wedding (biar telat asal upload :D)




18 September 2010

Tak terasa, masa itu sudah terlewat setengah tahun yang lalu. Waktu berjalan begitu cepaaaatnya ^^. Tak terasa pula, sudah selama itu menjalani suka dan duka dengannya. Pahit, manis, sudah dikecap bersama *tsaaah!

Dan walaupun sampai kapan juga, sekotak memori di bawah ini akan selalu manis untuk diingat :)

I love you, suamiku
Semoga kita bisa menjadikan keluarga kecil kita keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah.. aamiin.. :)

Rabu, 30 Maret 2011

Me vs My Husband



Me
vs
My Husband



Keluarga
anak ke-1 dari 2 bersaudara
vs
anak ke-2 dari 2 bersaudara

Selera makan
ikan, ikan, ikan
vs
jangan ikan
*tapi, suami sekarang udah doyan makan ikan ;)

Kampus
ga ikut organisasi apa-apa, freelance, cuma ikut kepanitiaan-kepanitiaan aja
vs
aktivis

Percintaan
gadis baik-baik (o yeah?? :-O)
vs
playboy cap kadal (dulu :-O)

Ngemil
doyan banget
vs
no,no, no

Film
horror, science fiction
vs
komedi
*he said: nonton kok yang berat-berat? bikin pusing. nonton itu ya yang menghibur

Baca
hobi dari TK
vs
jarang baca
*hobi mas cuma beli buku. beli lagi. ditaroh. dibaca sesekali

Buku
novel
vs
non fiksi
*he said: baca buku itu yang ada gunanya

Kendaraan
angkot
vs
apa aja selain kendaraan umum (apa aja itu termasuk tebengan)
*he said, suatu kali di angkot: aku baru pernah sekali ini naik angkot di Jakarta

Pekerjaan
biarkan mengalir seperti air
vs
visioner
*he said: mumpung masih muda, nggak apa capek-capek. nanti, 2 tahun lagi bla-bla-bla, 3 tahun lagi bla-bla-bla *kejarlah cita-citamu sayang ;)

Watak
nrimo
vs
punya effort

Kopi
capuccino, mocca, apa aja yang berasa
vs
kopi item
*kopi susu aja ya? nggak, kopi item aja

Seafood
cumi
vs
kepiting

Boss
pemerintah
vs
swasta


umm... apalagi ya??
nanti kalau ada yang inget ditambah lagi :D

Senin, 28 Maret 2011

(FF) Kelinci Percobaan

Aku memandang wajahmu dengan tatapan nanar. Aku benci! Aku marah!

Kau mendesah, galau.

Ah, tidak perlu kau tunjukkan penyesalan pura-pura itu! Tidak usah kau tunjukkan wajah tidak berdosamu itu! Aku sudah muak. Ternyata selama ini kau punya maksud lain dibalik semua sikap baikmu itu. Ternyata, hatimu tidak sesuci yang kubayangkan. Ternyata, kau memang sengaja memilihku kan? Yang terjelek di antara semua yang cantik. Aku pikir kau tulus, ternyata...

Kau hanya memilihku, untuk kemudian mencabik-cabik hatiku, lantas menertawakannya bersama teman-temanmu itu, di tempat ini, beberapa saat lagi. Iya kan???

Kau sedih? Aku tak percaya. Kau hanya pura-pura.

"Andi," tegur bapak tua berjas putih. "Mana kelincinya? Ayo, kita mulai kelasnya.."

Kau menatapku dari balik kandang. Pelan-pelan, kau mengeluarkanku dari tempat sempit itu. Andai aku bukan hanya seekor kelinci....





Selasa, 22 Maret 2011

Keguguran




Saat engkau tertidur..

Kupandangi wajahmu..
Masih ingin ku mendekapmu..
Masih ingin ku menciummu..


Lantunan lagu Vina Panduwinata itu kuputar berkali-kali mengiringi pagi. Sambil mengelus-elus perut yang mulai membuncit, sambil bercengkrama dengannya yang sedang bertumbuh di dalam diri. Menikmati keajaiban yang sukar dijelaskan.

Suamiku susah sekali dibangunkan. Padahal kami sudah berjanji akan jalan-jalan pagi itu. Sambil sedikit memaksa, akhirnya bisa juga dia bangkit dari tempat tidur.
"Dedek mau disayang," ada-ada saja keinginanku pagi itu. Dengan muka masih mengantuk, mas mencium perutku 'cup'.
"Bukan gituu, mau disayang," aku masih merajuk.
"Kan udah.."
"Bukan gituu, mau ngobrol sama Ayah.."
Akhirnya mas mengalah juga. Daripada istrinya yang sedang manja ini tak berhenti mengoceh, lebih baik segera dituruti kemauannya. Mas mengelus-elus perutku, berbincang dengan buah hati kami. "Dedek ini.. Dedek itu... "


***


Kami sampai di Monas. Weekend, pagi hari, banyak orang beraktivitas di tempat itu. Aku dan mas bersemangat. Jarang-jarang kami jalan pagi. Mas susaaaah sekali diajak bangun pagi saat weekend. Jalan santai, sembari melihat aktivitas orang di sekeliling saat udara masih segar ternyata sangat menyenangkan. Mas larii pagi mengelilingi Monas, sementara aku jalan santai sambil menikmati suasana di sekitar.


Tak pernah kusadari..
Waktu cepat berlalu..
Kini engkau menjadi besar..
Kini engkaulah harapanku..


Tak terasa, sudah cukup lama kami bercengkrama di keramaian. Saatnya pulang. Kami berjalan melintasi rindang pepohonan yang jarang ditemukan di kota besar seperti ini. Ah, aku senang sekali pagi itu.

Tiba-tiba.. Seperti ada sesuatu yang mengalir di bagian bawah tubuhku. Aku terkesiap. Kuraih tangan mas, menghentikan langkahnya.
"Mas.. Kayak ada yang keluar..."
"Apa?" dia bertanya. Aku menggeleng. "Nggak tau.. Ayo cepet pulang. Mau ke toilet.."
Tanganku erat menggenggam tangan mas. Keringat dingin mengaliri sekujur tubuh. Hanya satu yang ada di pikiranku saat itu. Anak kami di kandungan.

Di halaman Monas, di dekat tempat parkir kendaraan, ada toilet umum. Segera, tanpa menunggu waktu, aku menuju ke sana. Sementara mas menunggu di dekat motor kami.

Terkejut aku mendapati darah segar di pakaian dalamku. Banyak. Seperti saat menstruasi. Lemas. Sedih yang tak terkira. Aku langsung keluar dan memanggil2 mas, sedikit emosi karena dia tak kunjung mendengar. Tak peduli berapa pasang mata yang melihat, tak peduli seramai apa suasana di parkiran, tak peduli lagi sekitar, tak peduli, aku menghambur ke pelukan mas, dan menangis sesenggukan di sana tanpa bisa ditahan. "Dedek..dedek..." Hanya itu yang terucapkan. Tak tau bagaimana ekspresi mas, tak tau bagaimana dia juga ikut terkejut. Aku hanya menangis dan menangis. Mas, betatapun terguncangnya dia, berusaha membesarkan hatiku, "Nggak papa.. Nggak papa.. Abis ini kita langsung ke rumah sakit. Dedek nggak papa.."

Kami pulang. Dan sepanjang perjalanan, aku hanya bisa menangis, sembari memegangi perutku.


Di rumah, aku kembali ke toilet. Darah lebih banyak dari sebelumnya. Tapi tidak ada yang kurasakan. Sakit, nyeri, mules, tidak ada sama sekali. Dalam kepanikan itu, kami sempat telpon beberapa orang. Bertanya apa yang harus dilakukan. Dan tanpa menunggu waktu lagi, segera bersiap menuju UGD rumah sakit tempat aku check kandungan. Dalam pada itu, sempat mas menangis, saat kutunjukkan darah yang tercecer. Tangisan seorang laki-laki. Tangisan seorang ayah yang mengkhawatirkan kondisi anaknya.


***


"Lihat ini Bu.. Sudah nggak ada apa-apa," Dokter Lita, dokter yang menangani kehamilanku menunjukkan layar USG.
Aku mengangguk-angguk. Kubesar-besarkan hati, kutahan-tahan tangis yang hendak meledak lagi. Tidak boleh. Aku harus tegar.
"Saya, harus dikuret ya Dok?" tanyaku.
"Iya"
"Sekarang?"
"Ya..sekarang. Apa Ibu mau pikir-pikir dulu?"
"Apa saya masih bisa hamil lagi?"
"Ya bisa laah Buu.." Ibu Dokter tersenyum lebar. "Bisa bangeet.."
Mas masuk. Melihatnya, semakin ingin kutumpahkan tangis ini. Dokter bertanya lagi, apa hendak dikuret, atau masih akan berpikir lagi? Kami tanpa berpikir panjang langsung menyetujui. Kuret.


Wajah pertama yang kulihat saat efek bius mulai menghilang adalah wajah mas yang sembap. Dia memandangku dengan ekspresi sedih yang sukar kulukiskan. Dari semua yang kami alami pagi itu, pasti dia yang merasa paling bingung, paling bertanggung jawab, paling takut, dan mungkin paling sedih. Dia telah kehilangan anak pertamanya, dan sekarang, harus melihat isterinya terbaring tak berdaya, dengan wajah pucat, dan selang oksigen di hidung. Bukannya mengobati kesedihannya, aku pasti telah membuatnya semakin sedih.

"Mau dibacain Quran.. Mau dibacain Quran.." aku merajuk.
Mas meraih hpnya. Dan memilihkanku surat Ar Rahman. Tersedu dia membacanya.

Aku terlena dalam lantunan surat yang dibacakan patah-patah. Kadang sadar, kadang terbang entah kemana. Efek bius masih terasa.

Fabiayyi aala irobbikuma tukaddzibaan...

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Terngiang-ngiang di telingaku


***


Selama beberapa hari, banyak orang yang datang menjengukku. Bapak Ibu Temanggung dan kakak ipar langsung meluncur dari Cibubur hari itu juga, dan menemani kami sampai malam. Bapak Ibu Purbalingga langsung berangkat dengan kereta dan tiba sore harinya. Paman dan Bibi di Jakarta datang. Teman-teman juga sempat menengok.


***


Kami namai anak kami Azka Auliya. Kekasih yang suci, artinya. Allah lebih sayang Azka, hingga ia dipanggil tanpa sempat bertemu ayah bundanya di dunia. Azkaku sayang sudah tenang di sana. Allah yang akan menjaganya..


Tumbuh..
Tumbuhlah anakku..
Raihlah cita-citamu..
Jangan pernah engkau ragu, sayang..
Doaku slalu bersamamu..
Membuat aman di hidupmu..

(Anakku, Vina Panduwinata)

Rabu, 16 Maret 2011

Kopi dan pegawai kantoran

...

Mereka yang takaran gula, kopi, dan susunya proporsional umumnya adalah pegawai kantoran yang bekerja rutin dan berirama hidup itu-itu saja . Mereka tak lain pria 'do-re-mi', dan mereka telah kawin dengan seseorang bernama bosan. Kelompok antiperubahan ini melingkupi diri dengan selimut dan tidur nyenyak di dalam zona yang nyaman. Proporsi gula, kopi, dan susu itu mencerminkan kepribadian mereka yang sungkan mengambil risiko. Tanpa mereka sadari, kenyamanan itu membuat waktu, detik demi detik, menelikung mereka.

Pada suatu Jumat pagi, mereka berangkat kerja berpakaian olahraga. Usai senam kesegaran jasmani, ada upacara kecil penyerahan surat keputusan pensiun.
Itulah SKJ-nya yang terakhir.
Itulah hari dinasnya yang terakhir.
Tamatlah riwayatnya.

Sering kutemui, orang seperti itu mengatakan hal begini di warung kopi.
"Aih, rasanya baru tahun kemarin awak masuk kerja." Kemarin itu adalah 30 tahun yang lalu.
"Tahu-tahu sudah pensiun awak, ni?"

Dia memesan kopi dengan takaran yang sama seperti pesanannya pada kakekku-di warung yang sama-30 tahun yang lalu. Wajahnya sembap karena tahu waktu telah melewatinya begitu saja. Masa mewah bergelimang waktu dan kemudaan telah menguap darinya, dan ia sadar tak pernah berbuat apa-apa. Tak pernah menjadi imam di masjid. Tak pernah naik mimbar untuk menyampaikan paling tidak satu ayat, sesuai perintah Ilahi. Tak pernah membebaskan satu jiwa pun anak yatimdari kesusahan. Duduklah ia di pojok sana menghirup kopi dua sendok gula yang menyedihkan itu. Kaum ini disebut para safety player.


Cinta di Dalam Gelas, hal 36-37


***

Berkali-kali saya tersenyum membaca filosofi kopi bagi pegawai kantoran seperti yang disebut Andrea dalam bukunya itu. Benar, dan tepat sekali. Meskipun tentu tidak semua pegawai kantoran seperti itu. Tapi, begitulah adanya, mereka yang bekerja di kantor, adalah orang-orang yang bermain dengan aman, berada dalam zona nyaman, yang tidak pernah menghadapi untung-rugi, jatuh-bangun, yang setiap bulan tidak perlu mengkhawatirkan soal bisa makan atau tidak, karena tiap bulannya itu mereka akan menerima amplop cokelat berisi gaji, yang akan naik setiap beberapa tahun sekali. Dan perihal waktu itu, saya seratus persen setuju. Bahwa pegawai kantoran, dikendalikan oleh waktu, bukan sebaliknya.


Jadi, berencana keluar dari zona nyaman?
Tentu, tapi belum tau kapan bisa mewujudkannya. Karena sejauh ini, masih sangat memerlukan berada dalam zona ini. Tapi suatu hari nanti, pasti saya akan melakukannya :)


*gambar diambil dari sini

Senin, 14 Maret 2011

Padang Bulan

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Other
Author:Andrea Hirata
Mungkin seharusnya, review kali ini berjudul "Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas", mengingat Andrea Hirata menyajikan novel ini sebagai dwilogi yang juga satu kesatuan. Tapi, berhubung saya baru menyelesaikan satu sisi buku ini, jadi saya baru bisa mereview bagian pertamanya saja, "Padang Bulan"

Buku ini, ternyata, yang saya baru tahu, masih menceritakan kisah seorang pemuda bernama Ikal, dan lika-liku kehidupannya di sebuah pulau kecil penghasil timah sana, Belitong. Singkatnya adalah, ini kisah lanjutan dari serial tetralogi Laskar Pelangi. Menceritakan kisah kehidupan Ikal selanjutnya, terutama masalah percintaannya dengan A Ling.

Akan tetapi, tidak hanya tentang Ikal, buku ini memperkenalkan juga kepada kita satu tokoh baru, perempuan pendulang timah bernama Enong dan pahit getir kehidupannya. Dan tentu saja, tokoh-tokoh baru lain yang selalu muncul dalam setiap novel Andrea Hirata.

Ketika membaca novel ini, saya sadar sepenuhnya bahwa ini memang kelanjutan dari kisah Laskar Pelangi. Gaya penulisan Andrea Hirata memang sangat Laskar Pelangi sekali kalau saya bilang. Namanya juga kelanjutan kisahnya, hehe..

Jujur, saya masih menjadikan Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi sebagai juara satu dan dua. Akan tetapi, buku ini, sudah berhasil membuat saya berkaca-kaca di bab-bab pertamanya dan tertawa saat menemui kejutan di bab akhir. Nice :))

Aqiqah...



Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda : “Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.”
[Shahih Hadits Riwayat Bukhari (5472), untuk lebih lengkapnya lihat Fathul Bari (9/590-592), dan Irwaul Ghalil (1171), Syaikh Albani]

Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.”
[Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya]


Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.”
[Shahih, Hadits Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163), dengan sanad hasan]




Mau menceritakan agenda kami weekend kemarin, yang lumayan padat dan menguras tenaga. Ceritanya, kakak ipar saya, punya baby baru, anak ketiganya yang lahir tanggal 10 Maret ini. Jadi, sebagai adik yang baik, saya dan suami berniat mengunjungi mereka pas weekend. Eh, sebelum weekend, ternyata udah ditelpon bapak-ibu Temanggung yang emang sudah lama ada rumah mas ipar ini. Suruh nginep  di sana, soalnya weekend itu sekalian akan diadakan acara aqiqah. Baiklah, Hari Sabtu pagi kami pun berangkat ke Cibubur.

Sampai di Cibubur, mampir dulu di rumah sakit, karena dedek kecil ternyata masih di RS, dan baru mau pulang hari Minggu pagi. Whaaaa…bayi yang baru lahir itu memang kecil banget yaa. Kecil, ringkih, rapuh, dan belum keliatan cakepnya :D Eh iya, di sana juga ketemu kaka Hasna yang selama ini ikut nungguin mamanya di rumah sakit. Sementara si nomor dua, Fatih, ditinggal di rumah bersama bapak-ibu Temanggung dan salah seorang pembantu. Huhuu… Kasian Fatih..

Sebentar di rumah sakit, kami lalu langsung ke rumah si mas ini. Dan tak lama sessudahnya, sehabis dzuhur, cap cus lagi berdua kondangan ke tempat temen misua di daerah sekitaran TMII (ini niat nggak sih, bantu-bantu mas-mbak ipar??!) Dan yaaah, bukan Jakarta namanya kalau nggak macet. Dan kami, berangkat kondangan jam 1 siang, sampai di rumah lagi jam 5 sore lebih. Padahal cuma kondangan aja, dan mampir ke R*m*y*n* nggak ada setengah jam buat beli kado untuk keponakan baru kami.

Sesampai di rumah, mas ipar dan kakak Hasna udah ada di rumah. Ada juga  bapak-ibu Malang (mertuanya mas ipar), Om Malang, dan seorang mbak yang adalah saudara sepupu mbak ipar *ribet bener yak

Jadilah, rumah mas-mbak ipar tambah ruameee. Tapi, sehabis maghrib, mas ipar dan kakak Hasna balik lagi ke rumah sakit, buat tidur di sana lagi semalam. Jadilah, yang ada di rumah itu, saya dan suami, bapak dan ibu Temanggung (bapak dan ibunya misua dan mas), bapak dan ibu Malang (bapak dan ibunya mbak ipar), Fatih dan baby sitternya, dan Om serta mbak Malang (saudara dari mbak ipar). Keluarga campur aduk, hahaha

Malam itu juga, saya, misua, bapak-ibu Malang, serta si mbak saudaranya mbak ipar, muter-muter cari kelengkapan untuk acara esok harinya. Masakan daging kambingnya sudah dipesan, dan akan diantar esok pagi, tetek benget catering sudah pula dipesan, kue-kue adalah tugas mbaknya mbak ipar (oya, sekilas info aja. Karena suami hanya dua bersaudara, jadi keluarga Temanggung yang hadir memang hanya bapak-ibu, misua, dan saya. Sisanya keluarga dari pihak mbak ipar yang banyak :D). Malam itu kami mencari pesanan ayam bakar, mie goring, dan cap cay untuk makanan selain kambingnya.

Akhirnya…. Hari itu berakhir pukul sepuluh malam. Kecapekan, dan diakhiri dengan acara ngambek ke misua di rumah orang. Hahaha…asli ga penting banget!

 Esok paginya, kesibukan baru dimulai. Berberes ini itu, beli ini itu, siapin ini itu. Acaranya dimulai ba’da dzuhur, jadi tidak terlalu ngoyo juga. Pagi menjelang siang, satu per satau saudara dari pihak mbak ipar berdatangan. Dan saya minder dan ga pede. Karena ternyata, sisa baju yang saya punya adalah kaos dan jilbab langsung yang sudah dipake semaleman. Akhirnya, setelah merajuk ini-itu, saya berhasil membujuk suami untuk dianterin beli jilbab segiempat. Dan pergilah kami meninggalkan keramaian rumah itu.

Di gerbang depan perumahan, ada deretan toko-toko. Disusuri satu-satu dan dilihat-lihat, adakah yang menjual jilbab?? Sempat terhenti di salah satu ruko, dan mengamat-amati dari luar, mengira-ngira apakah itu tempat penyewaan busana muslim, tempat laundry, ataukah butik, sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar saja, mencari di toko dekat pasar yang jaraknya lumayan jauh nun di sana.

Dan akhirnya, bertemulah kami dengan sebuah toko kecil yang memang menjual jilbab dan busana muslim. Dan tiba-tiba, melihat sebuah gamis tergantung di sana. Dan tiba-tiba, saya bilang: bagus ya? Dan tiba-tiba suami bilang: bagus, beli aja. Dan itu adalah hal terspontan yang saya lakukan hari itu. Pergi keluar buat beli jilbab, pulangnya bawa gamis plus jilbab, untuk segera dipakai saat itu juga. Dan saya tidak menyesalinya. Karena ternyata tamu banyak datang, sehingga sepertinya tidak pantas buat saya memakai kaos pada hari itu.

Dan setelah itu, kami kehabisan uang, sehingga saya dan suami pergi lebih jauh lagi sedikit untuk mengambil uang di ATM. Haaa… terbayang-bayang orang rumah yang kelabakan mencari kami berdua. Pergi tanpa bilang-bilang, dan hp dua-duanya ditinggal. Ini semacam, pelarian dari kewajiban bantu-bantu di rumah, tapi sama sekali bukan dan tidak ada maksud seperti itu :D. Dan kami sepanjang jalan malah asik ngobrol ini-itu sambil ketawa-ketiwi.

Dan benarlah dugaan kami, sesampai di rumah kami ditegur karena: jalan-jalan sementara orang rumah sedang sibuk-sibuknya. Mas, mbak ipar, kakak Hasna, dan dedek bayi sudah ada di rumah saat kami sampai. Ternyata, masih banyak keperluan yang harus dibeli. Jadi saya dan misua pergi keluar lagi, lalu balik lagi. Dan saya, memutuskan untuk bantu-bantu di rumah saja saat suami keluar entah kemana untuk kesekian kalinya, kali itu untuk membeli karpet. Benar-benar hari yang wah.

Singkat cerita, setelah semua persiapan beres, setelah suami akhirnya mandi siang itu, dan dia saya suruh untuk ganti baju dengan baju batik yang sudah dipake hari sebelumnya untuk kondangan, duduk manislah kami di dalam rumah. Mendengarkan rangkaian acara-demi-acara-aqiqah keponakan kami tersayang, Salma Amani Mufidah.

Sepertinya, baru kali itu saya mengikuti acara aqiqah secara lengkap. Saya ingat selain ini, secara samar-samar, foto di samping rumah, saat saya dan adik saya  yang masih balita berdiri bersisian di depan kambing yang sedang dikuliti, sepertinya adalah acara aqiqah adik saya satunya-satunya yang penah saya ikuti duluuu sekali.

Dan saya sangat excited sekali saat si bayi, dedek kecil itu, dibopong ayahnya, berkeliling ruangan untuk digunting rambutnya oleh para undangan yang hadir. Mamanya mengikuti di belakang untuk menyemprotkan minyak wangi ke mereka yang akan mencukur rambut. Dan akhirnya, tiba giliran saya untuk mencukur rambut si kecil . Setelah itu, cium pipinya. Jadi anak yang solehah ya sayang… Sementara itu, suami saya berdiri di sana, beberapa langkah d belakang, menyempil diantara ibu-ibu, dan dia menggeleng saat ditawari untuk mencukur rambut si bayi. “Takuuut…” katanya. Ahh, dasar om payaaahh, hahaha..

Yap
Dan semua keramaian itu mulai memudar saat satu per satu tetangga pulang, diikuti satu per satu saudara pulang, dan akhirnya, sore hari, saya dan suami pulang. Terissa bapak-ibu Temanggung dan bapak-ibu Malang di sana.


Dan saya, terkenang-kenang akan Fatih yang sedang belajar berjalan, dan dipaksa Om-nya untuk melangkah. Kasihan dia kalau sedang main dengan si Om :D. Terkenang juga tentang Ibu Malang yang selalu memanggil saya dengan sebutan Jeng Uut, atau mbak Uut. Juga akan si bibik yang sangat baik dan berkali-kali menawarkan kepada saya untuk membawa banyak makannan ke rumah. Weekend yang sibuk :D


*ngos-ngosan nulis ini

Rabu, 09 Maret 2011

Dedek Baruuuuuu..... ^^



Masih ingat, dua keponakan kami?



si Kakak, Hasna


adiknya, Fatih




kakak beradik ber-om




Dan sekarang, mereka punya adik lagiiiii...
Lahir pagi ini, jam 6.10
Jenis kelamin perempuan
adik dari Hasna dan Fatih




Asik, asiiiiiiiiiiiiikkkkkkk
Tak sabar liat dedek kecil :D



Selasa, 08 Maret 2011

Dunia Alice

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Childrens Books
Author:Alice Pung

2 orang wanita muda, salah satunya sedang hamil besar, seorang lelaki, dan seorang wanita paruh baya nampak berjalan di trotoar sebuah jalanan di Australia. Wajah mereka asing, jelas mereka bukan orang-orang kulit putih Australia. Di penyeberangan jalan, mereka berhenti. Menyaksikan seorang lain memencet tombol di tiang lampu lalu lintas yang bisa membuat mobil-mobil berhenti, dan dia dengan leluasa menyeberang. Waaaahh… mereka berdecak kagum.

Orang-orang itu pergi ke supermarket, dan melihat betapa luasnya tempat itu, dan betapa beragamnya barang-barang yang ada di sana. Mereka bisa mengambil apapun yang mereka mau. Dan harganya sangat murah! Waah.. mereka kembali terpana.

Sekelompok orang itu adalah ayah, ibu, nenek, dan bibi Alice. Mereka baru datang dari Kamboja. Mereka menuju ke Australia untuk memperbaiki kehidupan mereka yang selama ini menderita karena perang saudara di negara mereka.

Dunia Alice menceritakan kehidupan keluarga Alice, sekelompok orang kulit kuning di tengah setan-setan putih di negara baru mereka, Australia. Mereka tinggal di lingkungan yang dihuni oleh orang-orang Asia, dan membaur dengan mereka. Ayah Alice, adalah seorang pekerja keras yang memulai pekerjaannya dengan menjadi pekerja di pabrik Alcan, dan ibunya adalah seorang pengrajin emas. Kehidupan mereka sedikit demi sedikit membaik. Ayahnya mendirikan toko elektronik, dan keluarga-keluarga kampung mereka yang berdatangan untuk hidup di Australia, ikut menjadi bagian dari bisnis keluarga itu.

Buku ini dikemas dengan apik. Bahasanya ringan dan enak dibaca. Meskipun demikian, saya seolah-olah bisa melihat kehidupan Alice di depan mata. Bagaimana dia bertumbuh dari seorang gadis kecil menjadi remaja. Bagaimana keluarga mereka, yang datang dari negara jauh, berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka. Meskipun ternyata, mereka tetap tidak bisa sepenuhya berbaur dengan warga asli. Bahkan, ibunya pun tidak dapat berbicara dengan bahasa Inggris. Itu membuktikan bahwa mereka, selama ini, ternyata hanya hidup di tengah lingkaran orang-orang Asia mereka.

Ada pelajaran yang dapat dipetik dari buku ini. Tentang kehidupan rumah tangga, hubungan ibu dengan anak, nenek dengan cucu, suami dengan isteri, atau mertua dengan menantu. Buku ini, juga mengingatkan saya tentang budaya ketimuran, hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang lebih ‘dikekang’ oleh adat timur dibandingkan dengan tradisi barat yang lebih bebas.

Bagaimanapun, saya sangat terhibur, saat membaca cerita tentang makan malam yang sangat lezat, dengan daging kalengan yang ternyata adalah makanan anjing. Atau cerita saat Alice dan adiknya Alexander, didiamkan oleh sepupu mereka di ruang tamu rumah saudaranya. Dilarang duduk menempel di sofa, dan dibiarkan begitu saja sementara saudara mereka masuk ke kamar masing-masing. Semua hanya gara-gara kutu.

Ya, memang semua hanya terjadi di dunia Alice :)

Suamiku

my husband is just an ordinary people, with ordinary wife, thats me :)


Suamiku, adalah seorang yang ramah dan menyenangkan, meskipun kadang, secara tiba-tiba dia bisa menjadi sangat pendiam di depan orang-orang tak dikenalnya. Dia berpembawaan ceria, banyak bicara, dan tertawa. Meskipun demikian, aku tau bahwa dia juga sosok yang rapuh. Yang mengambil kesempatan untuk melanjutkan kuliahnya pada sore hari untuk membunuh saat-saat sendirinya dulu. Dan dia, menghabiskan waktunya, setangah hari dalam tumpukan pekerjaan di kantor, dan beberapa jam kemudian dalam kuliahnya yang melelahkan.  Hingga suatu hari dia dikenalkan kepadaku oleh saudara-saudaranya. Dan keputusannya untuk tidak mengakrabi wanita sampai masa perkuliahannya selesai pun terpaksa dia langgar, karena beberapa bulan setelahnya, dia harus menjalani hidup berdua dengan orang yang entah muncul dari belahan dunia mana. Yang tidak pernah dikenalnya, dilihatnya, bahkan mungkin didengar namanya.

Suamiku, adalah seorang sabar, yang tiba-tiba harus menjadi sangat sabar menghadapi kelakuan, kemanjaan, dan sifat kekanak-kanakan isterinya yang sering ngambek dan membuatnya marah. Dia tidak pernah marah dengan sendirinya, kecuali jika dipancing terlebih dahulu oleh kemarahan atau kediaman isterinya, yang kadang menurutnya aneh dan tidak berasalan. Dia tiba-tiba harus menjadi seorang pengalah yang penuh pengertian, dan dia kadang tidak bisa melakukannya dengan baik. Suamiku, adalah juga seorang yang berego tinggi. Dan itulah dia, mendiamkan isterinya saat sang isteri sedang ngambek, hingga akhirnya dua-duanya pun makan hati karena tidak ada yang mau menyapa terlebih dahulu.

Dia bekerja keras, dan semakin keras saat kami menikah, aku tau. Meskipun, sebagai seorang isteri, alih-alih mendukungnya dan memberikan semangat, aku sering mengganggunya dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting: pulang jam berapa? Masih lama nggak? Kapan nyampe rumah? Isterinya, yang  kadang menyapanya dengan wajah cemberut dari balik pintu saat dia pulang malam. Meskipun demikian, dia tidak pernah protes.

Dia adalah juga sosok yang ringkih dan perasa. Saat-saat tertentu, meskipun aku tidak pernah bermaksud menuntut apapun darinya, dia sering bilang: “Aku memang ga bisa ngasih apa-apa” Dan memangnya kenapa kalau aku tidak mendapat apa-apa? Kalau aku ingin mendapatkan sesuatu, seharusnya aku menikah dengan orang yang lebih, bukan dengan dia. Dan mengapa begitu sedihnya dia berkata demikian?  Sungguh, aku tidak mengharapkan apa-apa. Aku suka duduk di belakang motornya, membocengnya, dan menepi saat hujan turun, dan tidak mengharapkan kami duduk di dalam mobil mewah sambil mendengarkan musik klasik.

Kami lebih suka membicarakan pelajaran fisika kimia kami saat sma, daripada teori-teori ekonomi yang kami pelajari saat kuliah. Kami suka bernyanyi. Dia memegang gitar, dan aku vokal. Atau, dia bergitar sekaligus bernyanyi, dan aku yang mendengarkan. Aku menyukai berdiri di belakangnya saat sholat, duduk di belakangnya saat dia berdoa untuk kami. Aku menyukai semua tentangnya. Aku menyukai setiap kebersamaan kami. Aku..menyukai suamiku



*lagi mellow, jadi tulisannya kek gini

Rabu, 02 Maret 2011

Teriakkan mimpimu!!!







kalau nanti mas sudah kaya,
aku mau bekerja di rumah saja! menjadi wanita karir, sekaligus ibu rumah tangga, yang mengurus usahanya dari rumah sembari merawat dan mendidik anak-anak!!!





*hohoho...